Mengenal Hak Cuti Karyawan Berdasarkan Undang Undang

Mengetahui hak cuti karyawan menurut undang-undang sangat penting bagi Anda pemilik bisnis dan juga karyawan.  Namun saja jenis-jenis cuti menurut Undang-Undang? Berapa jangka waktu dari setiap jenisnya? Apa peraturan dan sanksi yang mengatur ?

Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai hak cuti karyawan yang dijelaskan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Apa Sebenarnya Cuti Itu?

Cuti adalah suatu hak bagi karyawan, dapat diartikan sebagai ketidakhadiran sementara atau tertentu beserta keterangan dari pihak yang bersangkutan.

Selain itu, pengambilan libur sejenak juga bertujuan untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani bagi para karyawan.

Undang-undang yang mengatur hak cuti karyawan

Dijelaskan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa sebuah perusahaan wajib memberikannya bagi karyawan tanpa pengurangan atau pemotongan gaji.

Undang-undang lainnya yang mengatur terkait cuti karyawan adalah Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

Dalam Undang-undang tersebut tertulis tujuh jenis hak cuti bagi karyawan yaitu:

  1. Cuti tahunan
  2. Cuti besar
  3. Cuti bersama
  4. Cuti hamil
  5. Cuti sakit
  6. Cuti penting

Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 telah mengatur tentang ketentuan cuti, yang meliputi cuti tahunan, cuti sakit, cuti besar, cuti bersama, cuti hamil, dan cuti alasan penting.

  • Di dalam Pasal 79 Ayat 2 (c) dipaparkan bahwa cuti tahunan akan diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. Lama cuti tahunan minimal 12 hari kerja. Namun pihak perusahaan dapat menetapkan cuti di atas angka tersebut jika memang ada penyesuaian atas jabatan atau beban kerja
  • Untuk cuti sakit, karyawan yang tidak dapat melakukan pekerjaan diperbolehkan untuk mengambil waktu istirahat sesuai dengan jumlah hari yang disarankan oleh dokter. Idealnya, karyawan wanita yang kesehatannya terganggu karena haid juga diizinkan untuk cuti pada hari pertama dan kedua. Hal ini telah diatur pada Pasal 93 Ayat 2 dan Pasal 81
  • Cuti besar akan diberikan jika ada karyawan yang telah bekerja selama bertahun-tahun, sesuai dengan Pasal 79 Ayat 2 (d)
  • Cuti bersama akan diberikan kepada setiap karyawan sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.302/MEN/SJ-HK/XII/2010 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Cuti Bersama. Cuti bersama pada umumnya ditetapkan menjelang hari raya besar keagamaan atau hari besar nasional
  • Pada Pasal 82, diatur bahwa karyawan wanita akan memperoleh hak istirahat selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan
  • Sedangkan di dalam Pasal 93 Ayat 2 dan 4, disebutkan tentang hak cuti karena alasan penting

Lalu, dengan hadirnya UU Cipta Kerja, terdapat beberapa perubahan terkait aturan hak cuti karyawan. UU Nomor 11 Tahun 2020 ini merevisi Pasal 79 pada UU Ketenagakerjaan sebelumnya.

Pada Pasal 79 UU Cipta Kerja tersebut, perusahaan wajib memberikan waktu istirahat serta cuti di mana penjelasan lengkapnya sebagai berikut:

  • Istirahat saat jam kerja paling sedikit selama setengah jam, setelah bekerja 4 jam terus-menerus di mana waktu istirahat tidak termasuk jam kerja.
  • Istirahat mingguan satu hari untuk 6 hari kerja dalam satu minggu. Sedangkan cuti yang wajib diberikan pada karyawan adalah cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah karyawan bekerja selama 1 tahun penuh.

Ketentuan terkait cuti tahunan ini harus dimuat di dalam perjanjian kerja ataupun peraturan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga dapat memberikan istirahat panjang yang juga bisa dimuat di dalam perjanjian kerja.

Baca juga: Contoh Template Laporan Absensi Karyawan yang Bisa Anda Download

Mengenal Jenis Cuti Menurut UU Ketenagakerjaan

Pemahaman mengenai hak cuti karyawan yang tertuang dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat diberikan pemahaman sebagai berikut:

1. Cuti tahunan

Dalam bekerja selama satu tahun, karyawan berhak mendapatkan libur paling sedikit 12 hari. Merujuk pada Pasal 79 ayat 2 dalam UU No.13 Ttahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat beberapa ketentuan yang dapat dibuat oleh perusahaan perihal hak  karyawan yang bersangkutan.

2. Istirahat panjang

Tidak ada kebijakan pemerintah mengenai hal ini, namun tergantung dari pada perusahaan itu sendiri. Cuti Besar, atau dalam Pasal 79 Ayat 2 UU No.13 Tahun 2003 lebih dikenal dengan istilah Istirahat Panjang, merupakan hak bagi karyawan didapatkan setelah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dan berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

Lama istirahat yang diberikan adalah sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan (masing-masing 1 bulan per tahun) dengan ketentuan karyawan tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunan di 2 tahun berjalannya Istirahat Panjang.

Pengambilan  ini pun tidak akan berpengaruh terhadap libur tahunan yang didapatkan. Hal ini adalah bentuk apresiasi dari perusahaan untuk karyawan yang telah bekerja minimal enam tahun dan dijelaskan dalam Pasal 79 ayat 2.

Penting dicatat bahwa perusahaan yang diwajibkan melaksanakan istirahat panjang adalah perusahaan yang selama ini telah melaksanakan istirahat panjang sebelum ditetapkannya Keputusan Menakertrans No. Kep.51/Men/IV/2004.

Selama menjalankan hak istirahat panjang, karyawan berhak atas upah penuh dan pada pelaksanaan istirahat panjang tahun kedelapan, karyawan diberikan kompensasi hak istirahat tahunan sebesar setengah bulan gaji (upah pokok ditambah tunjangan tetap).

Hak istirahat panjang ini gugur apabila tidak digunakan dalam waktu 6 bulan sejak hak tersebut timbul (namun tidak gugur jika tidak digunakannya hak tersebut atas kehendak pengusaha).

Baca juga: Contoh Surat Perjanjian Hutang Piutang yang Bisa Anda Download

3. Cuti sakit

Karyawan berhak mendapatkan cuti sakit dan memiliki surat keterangan sakit dari dokter. Dan bagi karyawan berjenis kelamin perempuan, mendapatkannya saat masa menstruasi datang pada hari pertama dan kedua.

Hal ini dapat merujuk dalam Pasal 81 dan 93 ayat 2, walaupun ada beberapa perusahaan yang tidak mencantumkan hal ini.

4. Cuti bersalin

Karyawan perempuan yang telah hamil berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan sebelum kelahiran dan 1,5 bulan setelah kelahiran, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 82. Mengenai perolehan gaji akan tetap tanpa pemotongan atau pengurangan.

5. Cuti haid

Cuti haid dapat diberikan bagi karyawan perempuan yang mengalami sakit pada saat siklus awal menstruasi di mulai.

Karena umumnya gejala sakit timbul di dua hari pertama, perempuan bisa mendapatkan jumlah hak cuti sebanyak 2 hari.

Hal ini juga sudah diatur di dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 81 di mana isinya berbunyi:

Jumlah hak cuti: 2 hari, upah dibayar penuh.

  • Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
  • Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Namun pada praktiknya, banyak perusahaan yang tidak menjalankan cuti haid ini.

6. Cuti bersama oleh negara

Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigarasi Nomor SE.302/MEN/SJ-HK/XII/2010 Tahun 2010 dengan pembahasan Pelaksanaan Cuti Bersama di Sektor Swasta.

Pelaksanaan bersama ini diperuntukan bagi karyawan khusus perusahaan swasta tanpa pengurangan atau pemotongan  tahunan. Umumnya hal ini diberikan pada saat hari besar keagamaan.

Baca juga: Contoh Surat PHK dan Cara Membuatnya

7. Alasan Penting

Jangka waktu cuti berdasarkan alasan penting dapat dilihat dalam Pasal 93 ayat 2 dan 4. Umumnya alasan penting ini berkaitan dengan keperluan mendesak seperti:

  1. Karyawan menikah: 3 hari
  2. Menikahkan anaknya: 2 hari
  3. Mengkhitankan anaknya: 2 hari
  4. Membaptis anak: 2 hari
  5. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan: 2 hari
  6. Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia: 2 hari
  7. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia: 1 hari

Setiap penyusunan aturan terkait hak cuti harus mempertimbangkan produktivitas perusahaan dan keperluan karyawan secara umum. Sehingga tidak akan mengganggu kinerja perusahaan.

8. Cuti haji atau umrah

Vakansi ini diberikan khusus bagi yang beragama islam yang akan menunaikan ibadah haji atau umrah. Hak cuti ini diberikan maksimal sebanyak 50 hari atau menurut kesepakatan antara persahaan dan karyawan.

Peraturan terkait cuti ini terdapat pada UU Ketenagakerjaan Pasal 93 ayat (2) di mana perusahaan wajib membayar upah karyawan secara penuh ketika ia menjalankan ibadah haji atau umrah. Hak cuti ini diberikan hanya satu kali pada karyawan selama ia bekerja.

hak cuti karyawan 2

Apakah Cuti dapat Diuangkan?

Menurut 156 Ayat 4 UU Nomor 13 Tahun 2003 kemudian dijelaskan, bahwa cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, dapat diganti ke dalam bentuk uang.

Sebelum membahas mengenai bagaimana perhitungan cuti tahunan diuangkan,ada baiknya Anda harus memahami metode perhitungan cuti yang banyak digunakan perusahaan di Indonesia.

Metode Perhitungan Cuti Karyawan Secara Umum

Meatote yang pertamaadalah metode annually, di mana perusahaan memberikan periode tertentu untuk memunculkan hak cuti karyawan.

Karyawan lama akan menggunakan perhitungan per Januari (yang biasa digunakan) dan karyawan baru dihitung secara proporsional sesuai bulan ia masuk kerja.

Metode pengjitungan kedua adalah anniversary, di mana perhitungan cuti dilakukan setelah seseorang bekerja selama sekurang-kurangnya 12 bulan. Setelah bekerja dalam periode tersebut, baru hak cuti tahunan karyawan didapatkan sejumlah 12 hari pada tahun berikutnya.

Metode ketiga adalah monthly, di mana setiap karyawan memiliki hak cuti tahunan sebanyak 1 hari per bulan. Penghitungan ini dilakukan secara bervariasi, mulai dari sejak saat pertama masuk, atau bisa juga dihitung setelah masa kerja selama 1 tahun.

Baca juga: Aturan Jam Kerja, Shift, Lembur, dan Cuti Menurut Undang-undang

Perhitungan Cuti yang Dapat Diuangkan

Biasanya, cuti berbayar dapat dilakukan ketika hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan berakhir. Bisa dengan PHK, berakhirnya kontrak, atau dengan surat pengunduran diri atau resign karyawan.

Sebelum dapat menghitung jumlah total uang yang dicairkan atas jumlah cuti yang belum diambil, terdapat 3 hal yang harus Anda ketahui:

  • Upah kotor setiap bulan
  • Jumlah hak cuti yang diterima setiap tahun
  • Tanggal berakhirnya kerjasama karyawan dan perusahaan.

Perhitungan pertama adalah untuk mengetahui jumlah cuti yang dapat diuangkan.

Misalnya pemberian hak cuti dilakukan secara langsung pada awal tahun sejumlah 12 hari. Bulan selesainya hubungan kerja adalah bulan Juni. Maka cuti yang didapat diuangkan (jika belum pernah diambil) adalah sejumlah 10/12 x 12 = 10 hari.

Untuk besaran uang yang dapat dicairkan atas hak cuti tahunan yang belum diambil ini, perhitungannya adalah sebagai berikut.

Katakanlah gaji yang diterima setiap bulan adalah Rp7.000.000, jumlah hari kerja pada bulan Juni adalah 25 hari. Maka besaran uang yang dapat dicairkan = 10/25 x Rp7.000.000 = Rp4.000.000. Jadi total jumlah cuti yang dapat diuangkan adalah sejumlah Rp2.800.000.

gajihub 3

Kapan Hak Cuti Karyawan dapat Digunakan?

Undang-Undang hanya mengatur bahwa perusahaan wajib memberikan hak cuti tahunan kepada pekerja yang sudah bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. Atau dengan kata lain pada bulan ke-13 masa kerja pun pekerja telah memiliki hak cuti tahunan.

Namun pada ayat selanjutnya yakni Pasal 79 ayat (4) UU Ketenagakerjaan 13/2003 jo. UU Cipta Kerja 11/2020, mengatur pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Artinya, untuk pelaksanaan kapan cuti tahunan tersebut dapat diambil oleh pekerja, hal tersebut disetujui bersama oleh pekerja-perusahaan, maupun sepihak oleh perusahaan selama tidak menyalahi aturan, yakni minimal 12 hari kerja per tahun setelah 12 bulan bekerja secara terus-menerus.

Baca juga: Surat Pengangkatan Karyawan: Pengertian, Regulasi, dan Contoh Surat yang Bisa di Download

Sanksi Bagi Perusahaan yang Melanggar Hak Cuti Karyawan

Bagi perusahaan yang melanggar tentang hak cuti karyawan tentunya akan dikenakan sanksi. Pelanggaran akan hal ini dituangkan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut:

Sanksi Pidana : Pasal 183-189

Sanksi pidana penjara 1 bulan–4 tahun dan/atau denda 10 juta s.d. 400 juta rupiah

Sanksi Administratif : Pasal 190

Sanksi administratif ini bisa dilihat dalam Pasal 190 Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 mengenai UU Ketenagakerjaan. Sanksi administratif yang dimaksudkan adalah teguran, memberikan batasan kegiatan usaha.

Baca juga: Pengertian PKWT dan Contoh PKWT yang Bisa di Download

Mudahkan Pengelolaan Cuti Karyawan Menggunakan Gajihub

Dalam menciptakan sebuah perusahaan yang besar sebaiknya memiliki hubungan baik antara pengusaha dan karyawan, hal ini sangat berguna untuk meminimalisir adanya permasalahan ketenagakerjaan. Dan perusahaan pun diwajibkan untuk paham mengenai jenis-jenis cuti sehingga tetap menjaga keselarasan antara karyawan dan perusahaan.

Untuk proses kemudahan dalam mengelola cuti karyawan, Anda bisa menggunakan sistem HR yang modern seperti menggunakan software payroll dan HR dari Gajihub.

Dengan menggunakan GajiHub, Anda juga bisa dengan mudah melakukan penghitungan payrollmengelola absensi dan HRIS, penghitungan pajak PPh 21 dan BPJSproses akuntansi dan reimbursementemployee self service (ESS)mengelola aset, mengelola izin dan cuti karyawan Anda, dan juga melakukan analisa data dari manajemen SDM Anda.

Jadi tunggu apalagi? Mudahkan pengelolaan hak cuti karyawan Anda menggunakan Gajihub secara gratis melalui tautan ini.

3 thoughts on “Mengenal Hak Cuti Karyawan Berdasarkan Undang Undang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *