Berikut Adalah Aturan Hak Cuti Tahunan yang Ada di Indonesia

cuti tahunan 1

Cuti merupakan hak seorang karyawan, termasuk cuti tahunan yang telah diatur dalam regulasi ketenagakerjaan di Indonesia.

Cuti sendiri adalah hak pekerja untuk meninggalkan pekerjaannya dalam jangka waktu tertentu yang diizinkan/resmi dengan tujuan untuk beristirahat atau untuk melakukan kepentingan pribadinya. .

Pada artikel kali ini kami akan membahas hak cuti tahunan berdasarkan ketentuan yang berlaku di Indonesia beserta jenis cuti lainnya yang harus Anda ketahui, baik bagi Anda pemilik bisnis atau karyawan.

Apa itu Cuti Tahunan?

Cuti tahunan adalah periode waktu istirahat/cuti di mana pekerja tetap mendapatkan upah atau gaji, yang dapat digunakan oleh pekerja untuk keperluan apapun sesuai keinginan dan kebutuhannya.

Berdasarkan Pasal 79 ayat (3) UU Ketenagakerjaan 13/2003 jo. UU Cipta Kerja 11/2020, seorang pekerja berhak atas cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

Berdasarkan Pasal 79 ayat (3) UU Ketenagakerjaan 13/2003 jo. UU Cipta Kerja 11/2020, Cuti tahunan ditetapkan sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Jadi berdasarkan peraturan tersebut, perusahaan wajib memberikan paling sedikit  12 hari cuti kepada pekerjanya, dan tidak boleh kurang dari 12 hari, tetapi tidak dilarang jika ingin memberi cuti lebih dari itu.

Perusahaan dapat memberikan cuti tahunan kepada pekerjanya lebih dari 12 hari, sesuai dengan yang telah disepakati antara Perusahaan dan Pekerja di dalam Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama dan Peraturan Perusahaan.

Pekerja yang sedang menjalani cuti tahunan, berhak atas upah penuh (upah pokok + tunjangan tetap), akan tetapi tidak termasuk tunjangan tidak tetap atau tunjangan-tunjangan yang diperhitungkan berdasarkan kehadiran pekerja di tempat kerja per hari seperti tunjangan makan dan transportasi.

Baca juga: Aplikasi Cuti Online: Pengertian Lengkap dan Manfaat Menggunakannya

Apakah Bisa Mengambil Cuti Tahunan Sebelum Masa Kerja 1 Tahun?

Undang-Undang hanya mengatur bahwa perusahaan wajib memberikan hak cuti tahunan kepada pekerja yang sudah bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. Atau dengan kata lain pada bulan ke-13 masa kerja pun pekerja telah memiliki hak cuti tahunan.

Namun pada ayat selanjutnya yakni Pasal 79 ayat (4) UU Ketenagakerjaan 13/2003 jo. UU Cipta Kerja 11/2020, mengatur pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Artinya, untuk pelaksanaan kapan cuti tahunan tersebut dapat diambil oleh pekerja, hal tersebut disetujui bersama oleh pekerja-perusahaan, maupun sepihak oleh perusahaan selama tidak menyalahi aturan, yakni minimal 12 hari kerja per tahun setelah 12 bulan bekerja secara terus-menerus

Namun yang perlu di ingat, perusahaan juga berhak untuk menolak permintaan cuti dari pekerja yang belum genap 1 tahun bekerja.

Apabila perusahaan bersedia memberikan izin, maka disebut sebagai “cuti tidak dibayar” dan perusahaan dapat memotong gaji pekerja tersebut secara pro rata sesuai dengan jumlah ketidak-hadirannya.

Baca juga: Contoh Surat Cuti dan Cara Membuatnya dengan Mudah

cuti tahunan 2

Mengenal Cuti Lain Selain Cuti Tahunan

Selain cuti tahunan, pemerintah dan pemberi kerja memberikan kebijakan cuti lainnya berdasarkan aturan dan kesepakatan yang berlaku. Berikut adalah contohnya:

Cuti sakit

Cuti sakit bisa diambil dengan syarat pekerja memiliki surat keterangan sakit dari dokter atau rumah sakit yang bersangkutan.

Cuti sakit merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh pekerja bahkan pasal 153 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan 13/2003 jo. UU Cipta Kerja 11/2020 memberi perlindungan berupa larangan PHK kepada pekerja dengan alasan berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus – menerus.

Dan PHK yang dilakukan dengan alasan tersebut batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan.

Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajiban pekerjaannya sehingga ia memerlukan perawatan berhak juga atas cuti sakit sampai sembuh dari penyakitnya, pekerja yang bersangkutan menerima akan menerima penghasilan penuh.

Perlindungan upah bagi pekerja yang sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan diatur dalam Pasal 93 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan 13/2003 jo. UU Cipta Kerja 11/2020.

gajihub 3

Baca juga: Mengenal Hak Cuti Karyawan Berdasarkan Undang Undang

Cuti haid, melahirkan, atau keguguran

Bagi pekerja wanita, pemerintah sudah mengatur secara jelas aturan cuti haid, melahairkan, dan keguguran.

Cuti haid

Aturan cuti haid dan cuti melahirkan sebagaimana Anda tanyakan sebenarnya telah diakomodir dalam UU Ketenagakerjaan sebagai cuti khusus bagi karyawan perempuan, bahkan sebelum hadirnya UU Cipta Kerja.

Pasal 81 ayat (1) UU Ketenagakerjaanmenyebutkan aturan cuti haid bagi karyawan perempuan sebagai berikut:

Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

Jadi jika ditanya cuti haid berapa hari, jawabnya adalah dapat diberikan selama 2 hari yaitu hari pertama dan kedua saja. Meski demikian, pelaksanaan cuti haid diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Lalu menurut Pasal 93 ayat (1) huruf b UU Ketenagakerjaan menyebutkan pengusaha wajib membayar upah bagi karyawan perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan. Sehingga, karyawan perempuan yang cuti haid tetap digaji.

Cuti melahirkan

Sedangkan aturan cuti melahirkan dapat Anda temukan dalam Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan:

Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa lamanya cuti melahirkan 3 bulan, yaitu total dari sebelum dan sesudah melahirkan. Namun, lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun sesudah melahirkan.

Cuti keguguran

Tak hanya cuti melahirkan, karyawan perempuan yang mengalami keguguran kandungan juga berhak memperoleh cuti keguguran sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (2) UU Ketenagakerjaan:

Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

Baca juga: Jobdesk Manajer Personalia dan Perbedaanya dengan HR Manager

Cuti besar

Cuti besar adalah hak istirahat panjang bagi seorang pekerja yang telah lama bekerja di sebuah perusahaan.

Dalam pasal 79 ayat (2) huruf d UU Ketenagakerjaan 13/2003 jo. Kepmenaker No. KEP.51/MEN/IV/2004 tentang Istirahat Panjang pada Perusahaan Tertentu, dijelaskan bahwa yang dimaksud istirahat panjang adalah istirahat sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan yang diberikan kepada pekerja/buruh setelah masa kerja 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama.

Perusahaan yang sama adalah perusahaan yang berada dalam satu badan hukum. Dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunan dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya istirahat panjang berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Namun melalui UU Cipta Kerja 21/2020 jo PP 35/2021 aturan ini diubah, demikian:

“Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Atau dengan kata lain aturan istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan telah dihapus dan selanjutnya ketentuan istirahat panjang dapat diatur/dinegosiasikan di masing-masing perusahaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Cuti karena keperluan penting

Pekerja berhalangan hadir/melakukan pekerjaannya dikarenakan suatu alasan penting. Dalam pasal 93 ayat 4 UU no.13/2003 disebutkan bahwa pekerja berhak atas cuti tidak masuk kerja karena halangan dan tetap dibayar penuh (upah pokok + tunjangan tetap).

Alasan/keperluan penting tersebut mencakup :

  • Pekerja menikah, dibayar untuk 3 (tiga) hari
  • Menikahkan anaknya, dibayar untuk 2 (dua) hari
  • Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk 2 (dua) hari
  • Membaptiskan anaknya, dibayar untuk 2 (dua) hari
  • Istri melahirkan/mengalami keguguran kandungan, dibayar untuk 2 (dua) hari
  • Suami/istri, orang tua/mertua, anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk 2 (dua) hari
  • Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk 1 (satu) hari.

Baca juga: Mengetahui Aturan Cuti Menikah yang Berlaku di Indonesia

Kesimpulan

Itulah beberapa aturan mengenai cuti tahunan dan beberapa jenis cuti lainnya beserta regulasi yang mengaturnya. Sebagai pemilik bisnis atau karyawan, tentu mengetahui aturan cuti karyawan merupakan hal yang sangat penting.

Dan untuk proses kemudahan dalam mengelola dan pengajuan cuti karyawan, Anda bisa menggunakan sistem HR yang modern seperti menggunakan software payroll dan HR dari Gajihub.

Dengan menggunakan GajiHub, Anda juga bisa dengan mudah melakukan penghitungan payrollmengelola absensi dan HRIS, penghitungan pajak PPh 21 dan BPJSproses akuntansi dan reimbursementemployee self service (ESS)mengelola aset, mengelola izin dan cuti karyawan Anda, dan juga melakukan analisa data dari manajemen SDM Anda.

Jadi tunggu apalagi? Mudahkan pengelolaan hak cuti karyawan Anda menggunakan Gajihub secara gratis melalui tautan ini.

2 thoughts on “Berikut Adalah Aturan Hak Cuti Tahunan yang Ada di Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *