Cara Menghitung Iuran BPJS Ketenagakerjaan Sesuai Aturan Terbaru

Cara Menghitung BPJS Ketenagakerjaan 1

Sebagai pemilik bisnis atau karyawan, apakah Anda mengetahui cara menghitung BPJS Ketenagakerjaan? Perusahaan sendiri wajib mendaftarkan seluruh karyawannya menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan, oleh sebab itu iuran BPJS Ketenagakerjaan menjadi salah satu komponen gaji yang perhitungannya dilakukan setiap bulan.

Pada dasarnya, perhitungan iuran BPJS Ketenagakerjaan karyawan di perusahaan terdiri dari persentase iuran yang dibayarkan oleh perusahaan dan/atau persentase iuran yang dibayarkan oleh karyawan.

BPJS Ketenagakerjaan sendiri memiliki beberapa program jaminan sosial yang memiliki cara perhitungan yang berbeda-beda.

Pada artikel kali ini kami akan membahas cara menghitung BPJS Ketenagakerjaan beserta peraturan dan program yang ada dalam BPJS Ketanagakerjaan

Pengertian dan Sejarah BPJS Ketenagakerjaan

Awalnya, BPJS Ketenagakerjaan dikenal sebagai Jamsostek atau jaminan sosial tenaga kerja.

Terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No. 33/1947 jo UU No. 2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja.

cara menghitung bpjs ketenagakerjaan 4

Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK).

Peraturan ini mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUM untuk mengikuti program ASTEK Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.

Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK).

Dan melalui PP No. 36/1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini
berbunyi:

“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”

Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja.

PT Jamsostek berubah menjadi Badan Hukum Publik pada tahun 2014. PT Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT,  Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebagai perlindungan maksimal bagi pekerja indonesia.

Baca juga: Program BPJS Ketenagakerjaan: Pengertian, Manfaat, dan Cara Hitungnya

Cara Menghitung BPJS Ketenagakerjaan 2

Cara Menghitung Iuran BPJS Ketenagakerjaan

Ketentuan kewajiban BPJS Ketenagakerjaan diatur dalam Peraturan Pemerintah No.84 Tahun 2013 terkait Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

Berdasarkan aturan tersebut, setiap perusahaan yang mempekerjakan 10 orang atau lebih atau membayarkan upah minimal Rp1 juta per bulan, wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan.

Berikut adalah cara menghitung iuran BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan jenis program yang tersedia:

1. Jaminan Hari Tua (JHT)

Jaminan hari tua layaknya tabungan karyawan  dikumpulkan melalui iuran bulanan BPJS Ketenagakerjaan yang dibayarkan perusahaan dan karyawan melalui potongan gaji. Anda juga bakal dapat tambahan bunga hasil pengembangan dana tersebut.

Hasil ini tentunya diberikan secara sekaligus ketika peserta sudah memasuki usia pensiun (56 tahun), meninggal dunia, atau cacat total tetap.

Berikut adalah cara menghitung iuran JHT program BPJS Ketenagakerjaan yang harus dibayarkan setiap bulan:

  • Pekerja penerima upah: 5,7 persen dari gaji untuk iuran BPJS Ketenagakerjaan
    • 2 persen dibayarkan oleh pekerja
    • 3,7 persen dibayarkan oleh perusahaan
  • Pekerja bukan penerima upah: 2 persen dari penghasilan yang dilaporkan
  • Pekerja migran Indonesia: Rp105 ribu – Rp600 ribu.

Contoh menghitung JHT BPJS Ketenagakerjaan

Untuk memahami lebih lanjut bagaimana cara menghitungnya JHT BPJSTK, perhatikan contoh kasus berikut ini:

Rani memperoleh penghasilan setiap bulan sebesar Rp10 juta. Iuran yang harus dibayarkannya, yaitu:

Jika Rani pekerja penerima upah

  • Iuran JHT yang dibayar perusahaan= 3,7% x Rp10 juta = Rp370 ribu per bulan dari gaji
  • Iuran JHT yang dibayar Rani = 1% x Rp10 juta = Rp100 ribu per bulan

Jika Rani pekerja bukan penerima upah

Iuran JHT yang dibayar Rani = 2% x Rp10 juta = Rp200 ribu per bulan

Baca juga: Cara Menghitung Jam Kerja Karyawan di Indonesia

cara menghitung bpjs ketenagakerjaan 5

2. Jaminan Pensiun (JP)

Manfaat jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan diberikan secara berkala setiap bulan seperti halnya gaji. Hal ini menjadi salah satu perbedaan JHT dengan Jaminan pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan.

Jadi, fungsi Jaminan Pensiun adalah memberikan jaminan agar Anda tetap memiliki penghasilan yang layak yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan ketika peserta memasuki usia pensiun atau mengalami cacat tetap total.

Berikut adalah menghitung iuran Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan yang harus dibayarkan setiap bulannya.

Pekerja penerima upah: 3 persen dari gaji untuk pembayaran BPJS Ketenagakerjaan

  • 1 persen dibayarkan oleh pekerja
  • 2 persen dibayarkan oleh perusahaan

Contoh cara menghitung Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan

Untuk memahami lebih jauh tentang cara menghitung Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan, perhatikan simulasi berikut!

Rani memperoleh penghasilan setiap bulan sebesar Rp10 juta. Maka, cara menghitung jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan untuk iurannya yaitu:

  • Iuran JHT yang dibayarkan perusahaan tempat Rani bekerja = 2% x Rp10 juta = Rp200 ribu per bulan
  • Iuran JHT yang dibayar Rani = 1% x Rp10 juta = Rp100 ribu per bulan

Baca juga: Cara Menghitung PPh Terutang Beserta Ketentuan dan Contohnya

3. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Seperti namanya, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan santunan tunai jika peserta mengalami risiko kecelakaan kerja. Nah, untuk iuran JKK sendiri disesuaikan dengan risiko kerja.

Berikut ini besaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang harus dibayarkan setiap bulannya.

  • Pekerja penerima upah: 0,24 – 1,74 persen dari gaji pekerja akan dibayarkan perusahaan untuk iuran BPJS Ketenagakerjaan. Persentasenya tergantung dari besarnya risiko, seperti:
    • Tingkat risiko sangat rendah, sebesar 0,24 persen dari upah.
    • Tingkat risiko rendah, sebesar 0,54 persen dari upah.
    • Tingkat risiko sedang, sebesar 0,89 persen dari upah.
      Tingkat risiko tinggi, sebesar 1,27 persen dari upah.
    • Tingkat risiko tinggi banget, sebesar 1,74 persen dari upah.
  • Pekerja bukan penerima upah: 1 persen dari penghasilan yang dilaporkan.
  • Jasa konstruksi: mulai dari 0,21 persen yang nilainya berdasarkan nilai proyek.
  • Pekerja migran Indonesia: Rp370 ribu.

Contoh cara menghitung BPJS Ketenagakerjaan JKK

Untuk mengeetahui secara mendalam tentang perhitungan iuran BPJS Ketenagakerjaan JKK, simak contoh berikut ini!

Rani memperoleh penghasilan setiap bulan sebesar Rp10  juta. Pekerjaan yang dijalankan oleh Rani terhitung risiko rendah. Maka iuran yang harus dibayarkannya:

Jika Rani pekerja penerima upah

  • Iuran JHT yang dibayarkan perusahaan= 0,54% x Rp10 juta = Rp54.00 per bulan

Jika Rani pekerja bukan penerima upah

  • Iuran JHT yang dibayar Rani= 1% x Rp10 juta = Rp100 ribu per bulan

Sementara cara menghitung BPJS Proyek jika nilai proyek Rp2 miliar

  • Jasa konstruksi harus membayarkan= 0,21% x Rp2 miliar = Rp4,2 juta per bulan

gajihub 1

Baca juga: Aturan Pekerja Harian Lepas dan Regulasinya di Indonesia

4. Jaminan Kematian (JK)

Manfaat Jaminan Kematian (JK) adalah memberikan santunan meninggal dunia akibat kecelakaan kerja. Santunan tunai atas jaminan kematian diberikan secara sekaligus kepada ahli waris.

Uang yang didapatkan oleh ahli waris besarannya adalah sebagai berikut.

  • Rp12.000.000, santunan berkala
  • Rp20.000.000, santunan kematian
  • Peserta dengan masa iuran minimal 3 tahun akan mendapatkan santunan maksimal Rp174.000.000 serta beasiswa untuk 2 anak dari TK hingga kuliah

Besaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang harus dibayarkan tiap bulannya adalah:

  • Pekerja penerima upah: 0,3 persen dari gaji yang dilaporkan dan dibayarkan perusahaan.
  • Bukan penerima upah: Rp6.800 per bulan.
  • Jasa konstruksi: mulai dari 0,21 persen yang nilainya berdasarkan nilai proyek.
  • Pekerja migran Indonesia: Rp370 ribu.

Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan, Simak Manfaat, Besaran, dan Cara Pembayarannya

Contoh dan cara menghitung BPJS Ketenagakerjaan JK

Untuk memahami lebih lanjut tentang cara perhitungan BPJS Ketenagakerjaan jaminan kematian, berikut adalah contohnya:

Rani memperoleh penghasilan setiap bulan sebesar Rp10 juta. Maka iuran yang harus dibayarkan setiap bulannya

Jika Rani pekerja penerima upah

  • Iuran JHT yang dibayar perusahaan= 0,3% x Rp10 juta = Rp30 ribu per bulan

Sementara cara menghitung BPJS Proyek jika nilai proyek Rp2 miliar:

  • Jasa konstruksi harus membayarkan= 0,21% x Rp2 miliar = Rp4,2 juta per bulan

Baca juga: Hak dan Kewajiban Pengusaha Menurut UU Ketenagakerjaan

5. Penghitungan iuran Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

Program JKP adalah pemberian uang tunai selama maksimal 6 bulan pada peserta yang kena PHK agar tetap bisa menyambung hidup sambil mencari pekerjaan baru.

Perhitungan manfaat program JKP dari BPJS Ketenagakerjaan yaiut

Jumlah uang tunai yang diberikan pada peserta adalah (45% x upah x 3 bulan pertama) + (25% x upah x 3 bulan terakhir). Upah yang menjadi pengali nominal manfaat adalah upah terakhir karyawan dengan batas upah sebesar Rp5 juta.

Contoh dan cara menghitung BPJS Ketenagakerjaan JKP

Gaji terakhir Rani= Rp10 juta

  • Manfaat uang tunai 3 bulan pertama = 45% x Rp10.000.000 = Rp4.500.000
  • Manfaat uang tunai 3 bulan berikutnya = 25% x Rp10.000.000 = Rp2.500.000

Lalu,  berapa besaran iuran JKP? Iuran program ini wajib dibayar setiap bulannya sebesar 0,46% dari gaji bulanan karyawan, di mana 0,46% ini bersumber dari:

  • Iuran yang dibayarkan pemerintah pusat 0,22% dari gaji
  • Sumber pendanaan JKP sebesar 0,24% berasal dari subsidi silang dari iuran JKK dan JKM yang sebelumnya sudah ada. Iuran JKK direkomposisi 0,14% sementara iuran JKM 0,10% dari gaji sebulan.

Contoh:

  • Gaji terakhir Rani = Rp10 juta
  • Iuran program JKP Iwan = 0,46% x Rp10 juta = Rp46.000

Baca juga: Mengenal UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

cara menghitung bpjs ketenagakerjaan 6

Dimana Anda Dapat Melihat Saldo BPJS Ketenagakerjaan?

Terdapat berbagai macam cara untuk melihat saldo BPJS. Hal ini dapat anda lakukan dengan mudah melalui aplikasi JMO, BPJSTKU, maupun lewat SMS. Namun, jika tidak berkenan melihatnya lewat aplikasi maka terdapat juga situs resmi BPJS Ketenagakerjaan yang dapat digunakan.

Saldo yang dapat dilihat lewat sarana-sarana di atas merupakan saldo BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua (JHT). Saldo ini dapat diajukan pencairannya oleh peserta dengan status pegawai PKWT atau BPU, juga dapat dilakukan sebelum usia pensiun, misalnya oleh korban PHK atau pengunduran diri.

Namun terdapat aturan pencairan 10% dan 30% sebelum usia 56 tahun. Sisanya dapat dicairkan setelah usia 56 tahun atau saat pensiun.

Berikut ini cara untuk melihat saldo BPJS Ketenagakerjaan anda:

1. Lewat Aplikasi JMO

Anda dapat memeriksa saldo BPJS Ketenagakerjaan secara online melalui aplikasi JMO yang dapat diunduh di PlayStore atau AppStore. Setelah mengunduh, buka akun dan pilih jenis kepesertaan serta masukkan informasi seperti NIK, nomor kartu peserta BPJS, nama, dan tanggal lahir.

Selanjutnya, pilih menu “Jaminan Hari Tua,” lalu pilih “Cek Saldo.” Pilih nomor KPJ yang ingin Anda periksa, dan saldo JHT akan ditampilkan di layar ponsel Android Anda.

2. Lewat Aplikasi BPJSTKU

Untuk mengetahui saldo BPJS Ketenagakerjaan melalui aplikasi, Anda dapat menggunakan BPJSTKU, aplikasi resmi dari BPJS Ketenagakerjaan. Unduh aplikasi ini di PlayStore atau AppStore, buat akun jika belum ada, dan masuk dengan email dan PIN.

Setelah berhasil masuk, pilih menu “Lihat Saldo” untuk melihat rincian saldo BPJS Ketenagakerjaan Anda.

3. Lewat Laman Resmi

Untuk mengetahui saldo BPJS Ketenagakerjaan tanpa mengunduh aplikasi, Anda dapat mengakses situs resmi BPJS di https://sso.bpjsketenagakerjaan.go.id/ menggunakan HP atau laptop pribadi.

Setelah mengunjunginya, maka anda dapat mendaftarkan akun jika belum punya, lalu buka akun peserta, dan pilih menu “Lihat Saldo JHT” untuk melihat rincian saldo BPJS Ketenagakerjaan Anda.

4. Lewat SMS

Cara lain untuk mengecek saldo BPJS Ketenagakerjaan adalah dengan mengirimkan SMS ke 2757. Pertama buka aplikasi SMS di HP, ketik format:

Daftar(spasi)Saldo#Nomor KTP#Tanggal Lahir (DD-MM-YYYY)#Nomor Peserta#Email (jika ada), dan kirim ke 2757. Setelah terdaftar, kirimkan SMS dengan format SALDO(spasi)Nomor Peserta ke 2757. Maka selanjutnya akan ada SMS balasan yang berisi saldo BPJS Ketenagakerjaan Anda.

Itulah beberapa metode yang dapat digunakan untuk memeriksa saldo BPJS Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Syarat Pencairan BPJS Ketenagakerjaan

Bagaimana Jika Perusahaan Tidak Membayar Iuran BPJS TK Sesuai Aturan?

Beberapa perusahaan terlibat dalam beragam modus di mana tidak mendaftarkan seluruh pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan, ada juga kasus di mana hanya sebagian pekerja yang terdaftar.

Hal ini tentu bertentangan dengan UU SJSN yang menetapkan kewajiban perusahaan untuk mendaftarkan seluruh pekerjanya pada BPJS Ketenagakerjaan. Praktik-praktik tersebut dapat merugikan pekerja dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Maka dari itu, diterapkanlah berbagai macam sanksi yang dapat diberikan kepada pelanggar aturan, sehingga dapat menimbulkan efek jera. Mulai dari sanksi administrasi yang dapat berupa teguran tertulis, hingga sanksi pidana yang berat.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2013, berikut ini merupakan sanksi-sanksi yang dapat diterima oleh pelanggar aturan BPJS Ketenagakerjaan:

1. Teguran Tertulis

Sanksi ini biasanya akan diberikan kepada perusahaan yang mengalami keterlambatan pembayaran iuran BPJS. Berisi informasi terkait tanggal jatuh tempo, jumlah yang harus dibayar, sampai kontak yang perlu dihubungi, sanksi ini berperan untuk mendorong perusahaan agar membayar iuran tepat waktu.

Disebutkan pada Pasal 6, teguran tertulis akan datang sebanyak dua kali untuk jangka waktu paling lama sepuluh hari.

2. Denda

Denda keterlambatan akan disanksikan kepada perusahaan yang telah mendapat teguran tertulis namun tetap lalai untuk membayarkan kewajibannya. Semakin lama keterlambatannya, maka semakin besar pula denda yang diberikan. Ini merupakan perhitungan berdasarkan persentase sebesar dua persen dari jumlah iuran yang terlambat dibayar.

Berdasarkan Pasal 7, sanksi ini akan dijatuhkan kepada perusahaan yang tidak melunasi tunggakan 30 hari setelah teguran tertulis diberikan.

3. Tidak Mendapatkan Layanan Publik

Layanan publik menjadi salah satu faktor berpengaruh besar terhadap karyawan juga perusahaan. Maka dari itu sanksi ini dapat diberikan untuk mencegah terjadinya pelanggaran aturan pembayaran BPJS.

BPJS sendiri bekerja sama dengan instansi pemerintah dan daerah untuk membatasi izin pelayanan publik pelanggar terkait usaha, mendirikan bangunan, hingga izin mengikuti tender proyek.

4. Sanksi Pidana

Pidana merupakan sanksi berat begi pelanggar aturan pembayaran BPJS. Pasalnya hukuman yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS adalah hukuman penjara maksimal delapan tahun juga denda sebesar Rp 1 miliar.

Namun hukuman ini dapat dihindari, tentunya dengan mematuhi peraturan yang ada dan mendaftarkan pekerja perusahaan menjadi peserta jaminan sosial.

Baca Juga: Perbedaan JKP dan JHT dalam BPJS Ketenagakerjaan

Kesimpulan

Itulah pembahasan lengkap mengenai cara menghitung BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan berbagai program di dalamnya beserta contohnya.

Jika Anda adalah pemilik bisnis dan bagian tim HR yang kesulitan dalam menghitunga iuran BPJS Ketenagakerjaan seluruh karyawan dalam bisnis, Anda bisa mencoba menggunakan software payroll dan HR yang memiliki fitur penghitungan BPJS Ketenagakerjaan secara otomatis seperti Gajihub.

Gajihub adalah software payroll dan HR yang memiliki fitur terlengkap seperti sistem payroll terintegrasi dengan sistem absensi, penghitungan BPJS dan tunjangan karyawan secara otomatis, pencatatan kehadiran karyawan melalui smartphone, hingga terintegrasi dengan software akuntansi terbaik Kledo.

Jadi tunggu apa lagi? Anda bisa mencoba menggunakan Gajihub secara gratis melalui tautan ini.

2 thoughts on “Cara Menghitung Iuran BPJS Ketenagakerjaan Sesuai Aturan Terbaru

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *