Omnibus Law Cipta Kerja: Pengertian, Tujuan, Poin, dan Kontroversinya

omnibus law

Omnibus law jadi perbincangan hangat di Indonesia selama beberapa tahun ini. Ini dikarenakan UU Cipta Kerja ini disusun dengan tujuan untuk mendorong bertumbuhnya ekonomi nasional.

Meski awal mendapatkan berbagai penolakan, namun RUU Cipta Kerja akhirnya disahkan menjadi UU Cipta Kerja pada tanggal 5 Oktober 2022. Sebelum disahkan menjadi UU Cipta Kerja, RUU Cipta Kerja harus melalui berbagai alur yakni ketika RUU disetujui DPR dan wakil pemerintah, RUU Cipta Kerja akan diserahkan ke presiden untuk ditandatangani.

Jika RUU tidak ditandatangi dalam kurun waktu paling lama 30 hari, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM).

Untuk lebih lengkapnya mengenai omnibus law UU Cipta Kerja, Anda bisa menyimak penjelasan yang ada di bawah ini:

Pengertian Omnibus Law

omnibus law

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai isi dan poin-poin dalam omnibus law, apakah Anda sudah mengetahui pengertian dari UU Cipta Kerja ini? Omnibus law merupakan konsep yang di dalamnya menggabungkan beberapa aturan (Undang-Undang) dengan substansi yang berbeda menjadi satu bentuk undang-undang baru di bawah satu payung hukum.

Undang-Undang ini ini memiliki tujuan mengatasi tumpang tindih regulasi dan juga memangkas masalah yang terdapat dalam birokrasi yang dianggap dapat menghambat pelaksanaan dari kebijakan yang dibutuhkan. Untuk negara dengan sistem common law seperti Amerika Serikat dikenal dengan omnibus bill.

Jadi yang dimaksud dengan omnibus law UU Cipta Kerja adalah sebuah undang-undang baru yang di dalamnya menggabungkan beberapa regulasi dan memangkas beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya termasuk pasal tentang ketenagakerjaan hingga menjadi peraturan undang-undang yang lebih sederhana.

Jika sebelumnya digunakan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau UU Ketenagakerjaan, sejak disahkannya UU Cipta Kerja maka UU Ketenagakerjaan sudah tidak berlaku lagi.

Apa Isi Omnibus Law UU Cipta Kerja?

omnibus law

Ada 11 klaster yang menjadi isi bahasan dari UU Cipta Kerja dengan beberapa poin penting di dalamnya. Berikut penjelasan lengkap mengenai 11 klaster isi UU Cipta Kerja tersebut:

  1. Penyederhanaan perizinan usaha;
  2. Persyaratan investasi;
  3. Ketenagakerjaan;
  4. Kemudahan dan perlindungan UMKM;
  5. Kemudahan berusaha;
  6. Dukungan riset dan inovasi;
  7. Administrasi pemerintahan;
  8. Pengenaan sanksi;
  9. Pengadaan lahan;
  10. Investasi dan proyek pemerintahan;
  11. Kawasan ekonomi.

Baca Juga: Hak dan Kewajiban Pengusaha Menurut UU Ketenagakerjaan

Tujuan Omnibus Law

omnibus law

Ada beberapa tujuan yang dimiliki oleh UU Cipta Kerja, yaitu:

  1. Untuk meningkatkan iklim usaha yang lebih kondusif dan juga aktraktif bagi investor;
  2. Membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia;
  3. Membantu peningkatan kepastian hukum dan mendorong minat pekerja asing untuk bekerja di Indonesia sehingga dapat meningkatkan keahlian dan pengetahuan bagi kualitas SDM di Indonesia;
  4. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan juga menciptakan keadilan berusaha bagi pengusaha dalam negeri dan pengusaha luar negeri.

gajihub 6

Baca Juga: Mengetahui Unsur Hubungan Kerja Menurut UU Ketenagakerjaan

Manfaat Omnibus Law

uu cipta kerja

Selain tujuan UU Cipta Kerja yang telah dijelaskan di atas, UU Cipta Kerja juga memiliki manfaat sebagai berikut:

  1. Untuk menghilangkan tumpang tindih dalam perundang-undangan, sehingga bisa terciptanya keseragaman kebijakan pusat dan daerah dalam menunjang iklim berinvestasi;
  2. Menciptakan efesiensi proses perubahan atau pencabutan perundang-undangan yang diyakini bisa melakukan penghematan energi pemerintah baik dari sisi administrasi dan politik dalam pembahasan dengan parlemen;
  3. Untuk menghilangkan ego sektoral yang ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Peraturan Magang di Indonesia Menurut Undang-Undang

Poin-Poin dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja

uu cipta kerja

Dibandingkan undang-undang sebelumnya yakni UU Ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja memiliki beberapa perbedaan di dalamnya. Perbedaan ini antara lain adanya perubahan dan penghapusan beberapa pasal yang ada di dalam UU Ketenagakerjaan.

Berikut beberapa poin-poin perubahan yang ada di UU Cipta Kerja dibandingkan UU Ketenagakerjaan 13/2003:

1. Peraturan Jam Kerja dan Hari Libur

Perubahan yang pertama adalah terkait peraturan jam kerja dan hari libur karyawan. Berikut penjelasan lengkapnya:

a. Jam Kerja

Pada UU Cipta Kerja jam lembur diubah menjadi 4 jam per hari dan 18 jam per minggu. Ini berbeda dengan UU Ketenagakerjaan sebelumnya yakni 3 jam per hari dan 14 jam dalam satu minggu.

b. Hari Libur Mingguan

Ada perbedaan untuk hari libur mingguan, yakni dari yang awalnya ada 2 (dua) pilihan yakni 1 hari libur atau 2 hari libur menjadi minimal 1 hari libur.

c. Istirahat Panjang

Dalam UU Cipta Kerja perusahaan tidak memiliki kewajiban memberikan istirahat panjang. Ini berbeda dengan UU Ketenagakerjaan dimana ada hak cuti panjang selama 2 (dua) bulan untuk karyawan yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun.

d. Cuti Haid

Dalam UU Cipta Kerja tidak ada ketentuan mengenai cuti haid pertama dan kedua. Namun sejauh ini belum dipastikan cuti haid ini diubah atau dihilangkan.

e. Cuti Hamil dan Melahirkan

Sama halnya dengan cuti haid, tidak tercantum mengenai cuti hamil dan melahirkan. Namun belum dapat dipastikan cuti ini diubah atau dihilangkan.

f. Hak Menyusui

Sama halnya dengan cuti haid dan cuti hamil dan melahirkan, tidak ada bahasan mengenai hak menyusui dalam UU Cipta Kerja. Namun belum diketahui hak menyusui diubah atau dihilangkan.

Baca Juga: Mengenal Hak Cuti Karyawan Berdasarkan Undang-Undang

2. Status Karyawan

Perubahan dalam UU Cipta Kerja adalah dihapusnya pasal mengenai PKWT sehingga tidak ada aturan yang membahas mengenai PKWT. Dengan begitu, kontrak kerja bisa dilakukan tanpa adanya batasan waktu.

Tentunya ini berbeda dengan UU Ketenagakerjaan dimana dalam Pasal 59 diatur perjanjian PKWT terhadap pekerja dilakukan maksimal selama 2 tahun dan boleh diperpanjang hingga 1 tahun. Dari pasal ini bisa dikatakan bahwa kontrak kerja bisa berlangsung selama 3 (tiga) tahun dan selanjutnya dapat dilakukan pengangkatan atau diberhentikan.

Baca Juga: 7 Hak Cuti Karyawan Kontrak dan Regulasi di Indonesia

3. Upah atau Gaji

Terkait peraturan upah atau gaji, ada 7 perubahan dalam UU Cipta Kerja, yaitu:

  1. Upah minimum
  2. Struktur dan skala upah
  3. Upah kerja lembur
  4. Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu
  5. Bentuk dan cara membayaran upah
  6. Hal-hal lain yang dapat diperhitungkan dengan upah
  7. Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya

Ini berbeda dengan UU Ketenagakerjaan dimana ada 11 kebijakan pengubahan. 4 kebijakan yang dihapus dalam UU Cipta Kerja yaitu:

  1. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
  2. Upah untuk pembayaran pesangon
  3. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
  4. Denda dan potongan upah

Ada perbedaan lainnya terkait upah dalam UU Cipta Kerja yakni diaturnya upah satuan hasil dan waktu. Upah satuan hasil adalah upah yang didapatkan berdasarkan satuan waktu seperti harian, mingguan, atau bulanan. Termasuk di dalamnya upah per jam.

Omnibus law juga hanya mengenal istilah Upah Minimum Provinsi (UMP), ini artinya tidak ada Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kota?Kabupaten (UMSK).

Untuk perhitungan upah minimum, UU Cipta Kerja menggunakan rumus sebagai berikut:

UMt + 1 = UMt + (UMt) x % PEt)

Keterangan:

UMt: Upah minimum tahun berjalan
PEt: Pertumbuhan ekonomi tahunan
Tidak memasukkan perhitungan inflasi, tetapi menjadi pertumbuhan ekonomi daerah
Rumus penghitungan upah minimum dalam UU 13/2003 adalah:

UMt + {UMt, x (INFLASIt + % Δ PBDt)}

Keterangan:

UMt: Upah minimum yang ditetapkan
UMt: Upah minimum tahun berjalan
INFLASIt: Inflasi tahunan
Δ PDBt: Pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahunan

Sebagai tambahan, UU Cipta Kerja mengatur pemberian bonus atau penghargaan kepada karyawan sesuai masa kerja. Peraturan ini sebelumnya tidak ada dalam UU Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Mengetahui Unsur Hubungan Kerja Menurut UU Ketenagakerjaan

4. Uang Pesangon

Berikut beberapa poin terkait uang pesangon yang membedakan antara UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan:

a. Uang Penggantian Hak

Dalam UU Cipta Kerja tidak ada uang penggantian masa hak, sedangkan dalam UU Ketenagakerjaan uang penggantian hak diatur dalam pasal 154 ayat (2).

b. Uang Penghargaan Masa Kerja

Dalam UU Cipta Kerja tidak ada uang penghargaan masa kerja, padahal dalam UU 13/2003 terdapat uang penghargaan masa kerja bagi karyawan yang telah bekerja selama lebih dari 24 tahun yakni sebesar 10 bulan upah yang diatur dalam pasal 156 ayat (3).

c. Uang Pesangon

Sedangkan untuk pesangon ada beberapa peraturan sebagai berikut:

  1. Tidak ada uang pesangon bagi pekerja yang di-PHK karena surat peringatan;
  2. Tidak ada uang pesangon bagi pekerja yang di-PHK karena peleburan atau pergantian status kepemilikan perusahaan;
  3. Tidak ada uang pesangon bagi pekerja yang di-PHK karena perusahaan merugi 2 tahun atau pailit;
  4. Tidak ada uang pesangon bagi keluarga atau ahli waris jika pekerja meninggal;
  5. Tidak ada uang pesangon bagi pekerja yang di-PHK karena akan memasuki masa pensiun.

Tentunya ini berbeda dengan peraturan yang ada di dalam UU 13/2003, yakni:

  1. Perusahaan wajib memberikan uang pesangon bagi pekerja yang di-PHK karena surat peringatan yang diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian perusahaan, atau perjanjian kerjasama (Pasal 161);
  2. Ada uang pesangon bagi pekerja yang di-PHK karena peleburan atau pergantian status kepemilikan perusahaan yakni sebesar 1 kali gaji, uang penghargaan masa kerja 1 kali, dan juga uang penggantian hak (Pasal 156);
  3. Ada uang pesangon bagi pekerja yang di-PHK karena perusahaan merugi 2 tahun atau pailit (Pasal 164 dan 165);
  4. Ada uang santunan bagi keluarga atau ahli waris jika pekerja meninggal;
  5. Ada uang pesangon bagi pekerja yang di-PHK karena akan memasuki masa pensiun yakni diberikan selama 2 (dua) kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali, dan uang penggantian hak (Pasal 156 dan 167).

Baca Juga: Aturan Jam Kerja, Shift, Lembut, dan Cuti Menurut Undang-Undang

5. Jaminan Sosial

Ada dua jenis jaminan yang mengalami perubahan dalam UU Cipta Kerja, yaitu:

a. Jaminan Pensiun

Dalam UU Cipta Kerja tidak ada sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerja ke dalam program jaminan pensium. Padahal dalam UU 13/2003 ada sanksi pidana yakni minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000 dan paling banyak Rp500.000.000.

b. Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Dalam UU Cipta Kerja diatur program jaminan sosial baru yakni jaminan kehilangan pekerjaan yang pengelolaannya berada di bawah BPJS Ketenagakerjaan perusahaan berdasarkan prinsip asuransi sosial.

Sebelum di UU 13/2003 tidak ada peraturan mengenai jaminan kehilangan pekerjaan ini.

6. PHK

Ada beberapa perbedaan dalam UU Cipta Kerja dan UU 13/2003 mengenai PHK karyawan, yaitu:

Dalam UU 13/2003 ada 9 alasan perusahaan boleh melakukan PHK, yakni:

  • Perusahaan bangkrut
  • Perusahaan tutup karena merugi
  • Perubahan status perusahaan
  • Pekerja melanggar perjanjian kerja
  • Pekerja melakukan kesalahan berat
  • Pekerja memasuki usia pensiun
  • Pekerja mengundurkan diri
  • Pekerja meninggal dunia
  • Pekerja mangkir

Sedangkan dalam UU Cipta Kerja ada 5 tambahan lagi, yaitu:

  • Perusahaan melakukan efesiensi
  • Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan
  • Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang
  • Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja
  • Pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui 12 bulan

gajihub 3

Baca Juga: Contoh Surat PHK dan Cara Membuatnya

Apa Saja Daftar Kontroversi Omnibus Law?

Kemunculan omnibus law ternyata menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat Indonesia. Masyarakat menganggap beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja ini merugikan pekerja.

Apa saja daftar kontroversional dari omnibus law ini? Berikut penjelasannya:

1. Perubahan Upah Minimum

Kontroversi yang pertama adalah adanya perubahan terkait upah minimum yang didapatkan pekerja. Dihapusnya Upah Minimum Sektoral (UMSK) dan adanya persyaratan untuk Upah Minimum Kota/Kabupaten yakni dengan memperhatikan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Harapan masyarakat UMSK tetap ada dan UMK dibuat tanpa adanya syarat.

2. Pengurangan Pesangon

Poin kedua yang menjadi kontroversi adalah terkait pesangon yang didapatkan. Pekerja menolak pengurangan pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah.

RUU Cipta Kerja menjelaskan adanya perubahan dimana pesangon 19 bulan dibayarkan oleh perusahaan dan 6 bulan dilunasi oleh BPJS Ketenagakerjaan. Yang menjadi pertanyaan dari buruh adalah dari mana BPJS Ketenagakerjaan mendapatkan dana untuk membayar pesangon pekerja.

Baca Juga: Pesangon Karyawan Kontrak: Aturan, Cara Hitung, dan Contohnya

3. Batas Waktu PKWT Dihapus

Pasal dihapusnya batas waktu PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) juga menjadi perhatian buruh/pekerja. Dengan dihapusnya batas waktu PKWT ini, bisa membuat perusahaan menjadikan pekerja sebagai karyawan kontrak seumur hidup tanpa adanya kejelasan menjadi karyawan tetap.

4. Waktu Kerja yang Berlebihan

Waktu kerja juga menjadi perhatian buruh dimana waktu kerja ini dianggap berlebihan. Dimana waktu kerja yang ditetapkan pemerintah adalah maksimal 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.

Namun untuk sektor tertentu seperti perkebunan, pertambangan, hingga migas diperbolehkan bekerja lebih dari 8 jam per hari.

Baca Juga: Peraturan Kerja 12 Jam Menurut Undang-Undang dan Sanksinya

5. Outsourching dapat Berlaku Seumur Hidup

UU Cipta Kerja juga dianggap kontrak outsourching seumur hidup dan dapat ditetapkan di semua jenis perusahaan. Outsourching sendiri merupakan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh perusahaan pihak ketiga, dimana antara pekerja dengan perusahaan tempat bekerja tidak ada hubungan kerja secara langsung.

6. Dihapus Hak Upah Cuti

Dihapusnya hak cuti juga menjadi kontroversi omnibus law ini khususnya mengenai hak cuti melahirkan dan cuti haid. UU Cipta Kerja memang tidak menghapus dua cuti ini, tetapi saat mengambil cuti tersebut pekerja tidak mendapatkan upah.

7. Kompensasi Hanya untuk Minimal 1 Tahun

Kontroversi selanjutnya dari UU Cipta Kerja adalah adanya peraturan kompensasi dapat diberikan untuk minimal 1 tahun masa kerja. Ini meresahkan pekerja yang memiliki kontrak kerja kurang dari 1 tahun.

Dengan adanya peraturan ini ditakutkan pengusaha akan mengontrak pekerja dengan kontrak kurang dari 1 (satu) tahun untuk menghindari kompensasi.

Baca Juga: 15 Contoh Red Flag di Dunia Kerja Beserta Artinya

Kesimpulan

Itulah tadi penjelasan mengenai omnibus law yang wajib untuk Anda ketahui. Untuk pengelolaan karyawan sesuai dengan UU Cipta Kerja, Anda memerlukan software HR yang akan mendukung pengelolaan karyawan lebih mudah.

GajiHub hadir sebagai software payroll dan aplikasi HRIS yang akan membantu pengelolaan karyawan di perusahaan Anda jadi super mudah. GajiHub dilengkapi berbagai fitur yang akan mempermudah pengelolaan karyawan perusahaan.

Misalnya fitur absensi yang dimiliki GajiHub, karyawan dapat melakukan presensi dengan mudah dari smartphone dan perusahaan bisa memantaunya dari aplikasi GajiHub.

Yuk daftar GajiHub sekarang juga dan nikmati semua fitur-fitur sehingga pengelolaan karyawan menjadi lebiih mudah.

Desi Murniati

2 thoughts on “Omnibus Law Cipta Kerja: Pengertian, Tujuan, Poin, dan Kontroversinya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *