UU Ketenagakerjaan Terbaru, Ketahui Poin-Poin Pentingnya

uu ketenagakerjaan terbaru

Sebagai pedoman dalam menjalani suatu pekerjaan, karyawan perlu memahami poin-poin yang terkandung dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.

Karyawan juga harus selalu up to date dengan Undang-Undang  Ketenagakerjaan terbaru. Pasalnya, terdapat aturan ketenagakerjaan terbaru yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) tentang Cipta Kerja atau UU No.11 Tahun 2020. 

Panduan Lengkap Memahami UU Ketenagakerjaan Terbaru Indonesia 

UU Ketenagakerjaan dapat menjadi panduan karyawan untuk mengetahui hak dan kewajiban yang dimiliki. Pada artikel kali ini, Gajihub akan menjabarkan beberapa poin penting yang wajib dipahami oleh karyawan. 

Aturan Jam Kerja Sesuai UU Ketenagakerjaan Terbaru

Waktu kerja karyawan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Pasal tersebut menyebutkan ada dua sistem yang dapat dipilih untuk menentukan waktu kerja, yaitu: 

  1. Perusahaan yang menerapkan 6 hari kerja, maka jam kerja karyawan 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam satu minggu.
  2. Perusahaan yang menerapkan 5 hari kerja, maka jam kerja karyawan 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam satu minggu.

Ketentuan Lembur 

Ada dua hal yang perlu diperhatikan mengenai ketentuan lembur, yaitu waktu lembur serta sistem perhitungan upah lembur. 

1. Waktu Lembur 

Ketentuan lembur tercantum dalam Pasal 78 UU Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa maksimal waktu lembur dalam satu hari adalah 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu. Apabila pekerja menjalani jam kerja tersebut atau melebihi waktu kerja, maka perusahaan wajib membayar upah kerja lembur.

2. Aturan Perhitungan Upah Lembur 

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) No.102/MEN/VI/2004 upah lembur dihitung dengan cara mengalikan besaran upah per jam dengan jumlah jam lembur yang dilakukan. 

Besaran upah per jam yang digunakan sebagai acuan adalah upah per jam yang sudah ditetapkan perusahaan atau upah  minimum yang berlaku di wilayah tempat perusahaan berada. 

Kemudian, jika lembur dilakukan pada hari libur nasional atau hari libur pekerja, maka upah per jam ditetapkan paling sedikit 2 kali dari besaran upah per jam biasa. 

Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan, Simak Manfaat, Besaran, dan Cara Pembayarannya

Status Karyawan 

Status karyawan berkaitan dengan Kontrak Kerja atau Perjanjian Kerja, yakni suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan atau tulisan, baik dalam waktu tertentu maupun tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak, serta kewajiban pekerja dan perusahaan. 

Status karyawan sendiri dibagi ke dalam beberapa golongan sesuai yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, yaitu: 

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) 

Ketentuan tentang PKWT atau karyawan kontrak diatur dalam Pasal 57 UU Ketenagakerjaan terbaru. Karyawan yang berstatus PKWT adalah mereka yang bekerja untuk perusahaan dalam waktu tertentu. 

Selanjutnya dalam Pasal 59 ayat (1) dijelaskan bahwa karyawan termasuk golongan PKWT apabila kontrak kerja tidak lebih dari tiga tahun dan tidak ada masa percobaan kerja atau probation. 

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

PKWT merupakan perjanjian hubungan kerja yang bersifat tetap, sehingga karyawan dengan status PKWT juga disebut dengan karyawan tetap. 

PKWTT memiliki syarat masa probation dengan waktu paling lama tiga bulan. Apabila melebihi dari waktu tiga bulan, maka dinyatakan sebagai karyawan PKWTT atau tetap. 

3. Outsourcing 

Outsourcing atau alih daya adalah pemanfaatan tenaga kerja yang disediakan oleh pihak ketiga untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Hak dan kewajibannya sendiri telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 65 ayat (1). 

Aturan tersebut menjelaskan bahwa pekerja outsourcing hanya dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. 

Baca juga: Hak Karyawan Tetap dan Bedanya dengan Karyawan Tidak Tetap 

gajihub 4

Pengupahan 

Setelah bekerja dalam kurun waktu tertentu, tentunya karyawan akan mendapatkan upah sebagai bentuk kompensasi dari perusahaan. Tak hanya upah pokok, perusahaan pun wajib memberikan bentuk kompensasi lain sesuai yang tercantum pada UU Ketenagakerjaan terbaru.

1. Kompensasi Wajib Untuk Karyawan 

Aturan pengupahan tercantum pada UU Ketenagakerjaan terbaru Pasal 88 ayat (1) yang menjelaskan bahwa setiap karyawan berhak memperoleh penghasilan untuk memenuhi kehidupan secara layak. Berdasarkan aturan tersebut, perusahaan wajib memberikan kompensasi kepada karyawan dalam bentuk: 

  • Upah minimum.
  • Upah kerja lembur.
  • Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.
  • Upah tidak masuk kerja karena terdapat kegiatan di luar pekerjaan.
  • Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerja. 
  • Bentuk dan cara pembayaran upah. 
  • Denda dan pemotongan upah. 
  • Semua hal yang berkaitan dengan perhitungan upah. 
  • Struktur dan skala pengupahan yang proporsional. 
  • Upah untuk pembayaran pesangon. 
  • Upah untuk perhitungan PPh pasal 21. 

Kemudian, pada Pasal 88 ayat (4) pemerintah telah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL), produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi. 

Agar karyawan mendapatkan haknya untuk memperoleh kehidupan layak, maka dalam Pasal 89 pemerintah pun melarang pembayaran upah yang lebih rendah dari upah minimum. 

Sementara itu, apabila perusahaan tidak mampu membayar upah minimum, maka dapat dilakukan penangguhan yang aturannya disesuaikan dengan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan. 

2. Kewajiban Pembayaran Upah

Kewajiban pembayaran upah diatur dalam UU Ketenagakerjaan terbaru Pasal 93 ayat (2) yang menyatakan bahwa perusahaan tetap wajib memberikan upah kepada karyawan apabila: 

  • karyawan sakit sehingga tidak mampu bekerja. 
  • karyawan perempuan yang sakit akibat haid hari pertama dan kedua. 
  • karyawan yang tidak hadir karena menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami/istri/anak/menantu/orangtua/ mertua/anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia. 
  • karyawan yang tidak bekerja karena sedang menjalankan kewajiban negara. 
  • karyawan yang tidak dapat bekerja karena sedang menjalankan perintah agamanya. 
  • karyawan bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi perusahaan tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri atau halangan yang seharusnya dapat dihindari perusahaan. 
  • karyawan yang sedang melaksanakan hak istirahat. 
  • karyawan melaksanakan tugas serikat pekerja atas persetujuan perusahaan. 
  • karyawan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. 

Baca juga: Serikat Pekerja: Pengertian, Manfaat, dan Regulasi yang Mengaturnya 

3. Perhitungan Upah Pokok 

Berdasarkan UU Ketenagakerjaan Pasal 94 komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Kemudian, dijelaskan bahwa upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. 

Apabila karyawan melanggar aturan yang berlaku, maka karyawan tersebut dikenakan denda. Sementara jika perusahaan terlambat membayar upah kepada karyawan, perusahaan akan dikenakan denda sesuai dengan persentase dari jumlah gaji. 

gajihub 1

Cuti 

Setiap karyawan tentunya berhak mendapatkan cuti sesuai yang telah diatur dalam Pasal 79 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa karyawan berhak memperoleh cuti sekurang-kurangnya selama 12 hari. 

Adapun jenis-jenis hak cuti yang wajib diketahui oleh karyawan di antaranya adalah: 

1. Cuti Tahunan 

Cuti tahunan diatur dalam Pasal 79 dan 84 Undang Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 yang menyebutkan setiap karyawan yang telah bekerja selama satu tahun berhak mendapatkan cuti tahunan sebanyak 12 hari. 

Meskipun demikian, setiap perusahaan tetap memiliki kewenangan untuk mengatur hak cuti tahunan karyawan sesuai kesepakatan antara perusahaan dan karyawan. 

2. Cuti Sakit

Setiap karyawan berhak mendapatkan cuti sakit dengan menyertakan surat keterangan dokter, sehingga durasi cutinya akan disesuaikan dengan saran dokter. 

Di samping itu, sesuai yang tercantum pada Pasal 81 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, karyawan perempuan yang mengalami sakit selama menstruasi pada hari pertama dan kedua juga berhak mendapatkan cuti. 

3. Cuti Melahirkan 

Setiap karyawan perempuan berhak memperoleh cuti bersalin. Berdasarkan Pasal 82 ayat (1), karyawan perempuan berhak mendapatkan istirahat 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan sesuai dengan perhitungan dokter kandungan/bidan. 

Aturan tersebut juga berlaku bagi karyawan perempuan yang mengalami keguguran, sesuai yang tercantum pada ayat (2). 

4. Cuti Bersama 

Pada hari-hari kurang efektif di antara libur, akhir pekan, hari raya keagamaan, dan peringatan hari besar nasional terdapat hak cuti bersama bagi karyawan. Cuti bersama ini merupakan bagian dari pelaksanaan cuti tahunan yang diatur oleh pemerintah dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 

5. Cuti Karena Alasan Penting 

Selanjutnya, karyawan juga memiliki hak cuti yang disebabkan karena alasan penting, seperti menikah, menikahkan anak, melahirkan, atau ada anggota keluarga meninggal dunia. Pada kondisi ini, karyawan berhak tidak masuk kerja dan tetap dibayar penuh. Untuk durasi cutinya tergantung pada alasan atau keperluan penting yang sedang dihadapi. 

Baca juga: Sabbatical Leave: Pengertian, Manfaat, Tantangan, hingga Aturannya di Indonesia

uu ketenagakerjaan terbaru 1

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 

PHK merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja. Terdapat beberapa kondisi yang membuat perusahaan melakukan PHK, seperti penurunan kinerja atau kebangkrutan. 

Meskipun demikian, pengakhiran hubungan kerja tersebut wajib dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta tidak merugikan hak-hak karyawan yang terkena PHK. 

1. Penyebab PHK 

Berdasarkan Pasal 61 UU No.11 Tahun 2020, PHK dapat terjadi apabila:

  • Karyawan meninggal dunia. 
  • Jangka waktu kontrak kerja telah berakhir. 
  • Selesainya suatu pekerjaan tertentu. 
  • Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. 
  • Adanya keadaan tertentu yang tertera dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. 

2. Hal yang Menyebabkan Perusahaan Dilarang Melakukan PHK 

Menurut ketentuan pasal 153 ayat (1) UU Cipta Kerja No.11/2020 disebutkan bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja dengan alasan sebagai berikut: 

  • Karyawan tidak bisa bekerja karena sakit, namun terdapat keterangan dari dokter dan tidak melampaui 12 bulan. 
  • Karyawan tidak dapat bekerja karena memenuhi kewajiban terhadap negara. 
  • Karyawan sedang menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya. 
  • Karyawan menikah. 
  • Karyawan perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau sedang menyusui bayi. 
  • Karyawan memiliki pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan karyawan lain di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam kontrak kerja. 
  • Karyawan mendirikan, menjadi anggota/pengurus serikat pekerja dan melakukan kegiatan tersebut di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas kesepakatan bersama. 
  • Karyawan melaporkan perusahaan kepada pihak berwajib mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan perusahaan. 
  • Terdapat perbedaan paham, agama, suku bangsa, aliran politik, suku, warna kulit, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan. 
  • Karyawan dalam kondisi cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter penyembuhannya belum bisa dipastikan.

Lebih lanjut lagi, pada ayat (2) dari pasal ini menjelaskan bahwa PHK yang dilakukan dengan alasan-alasan di atas, maka PHK dibatalkan dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali karyawan yang bersangkutan. 

3. Kompensasi Wajib Bagi Karyawan yang Terkena PHK 

Apabila terjadi PHK, perusahaan wajib memberikan kompensasi kepada karyawan yang terkena PHK. Kompensasi tersebut berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, serta uang dengan ketentuan sebagai berikut: 

Uang Pesangon

Uang pesangon merupakan uang yang wajib dibayarkan perusahaan kepada karyawan sebagai kompensasi hak-hak karyawan. Berikut ketentuan perhitungan uang pesangon: 

  1. Masa kerja kurang dari 1 tahun, akan dibayar sebesar 1 bulan upah.
  2. Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, akan dibayar sebesar 2 bulan upah.
  3. Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, akan dibayar sebesar 3 bulan upah.
  4. Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, akan dibayar sebesar 4 bulan upah.
  5. Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, akan dibayar sebesar 5 bulan upah.
  6. Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, akan dibayar sebesar 6 bulan upah.
  7. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, akan dibayar sebesar 7 bulan upah.
  8. Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, akan dibayar sebesar 8 bulan upah.
  9. Masa kerja 8 tahun atau lebih, akan dibayar sebesar 9 bulan upah.

Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)

UPMK diberikan pemerintah atas loyalitas selama karyawan bekerja di perusahaan. Berikut ketentuan perhitungan UPMK: 

  1. Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, akan dibayar sebesar 2 bulan upah.
  2. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, akan dibayar sebesar 3 bulan upah.
  3. Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, akan dibayar sebesar 4 bulan upah.
  4. Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, akan dibayar sebesar 5 bulan upah.
  5. Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, akan dibayar sebesar 6 bulan upah.
  6. Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, akan dibayar sebesar 7 bulan upah.
  7. Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, akan dibayar sebesar 8 bulan upah.
  8. Masa kerja 24 tahun atau lebih, akan dibayar sebesar 10 bulan upah.

Uang Penggantian Hak (UPH) 

UPH merupakan jenis pesangon untuk mengganti hak karyawan yang belum terpakai, misalnya seperti: 

  1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja;
  3. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Baca juga: Cara Menghitung Pesangon Sesuai Undang-Undang Terbaru

Kesimpulan 

UU Ketenagakerjaan terbaru memiliki beberapa perubahan penting dalam hal hak dan perlindungan tenaga kerja, seperti hak cuti yang lebih luas, perlindungan terhadap PHK yang tidak sah, dan peningkatan upah minimum. Oleh karena itu, penting bagi karyawan untuk memahami UU tersebut agar hak dan kewajibannya terlindungi. 

Sementara itu, untuk memudahkan perusahaan dalam mengurus hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan, perusahaan dapat menggunakan software payroll danHR dari GajiHub. Dengan fiturnya yang begitu lengkap dan mudah digunakan, Gajihub sangat cocok untuk semua jenis dan skala bisnis. 

Yuk, cari tahu lebih lanjut tentang GajiHub saat ini juga dan nikmati semua fitur-fiturnya! 

Amelia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *