Perbedaan JKP dan JHT dalam BPJS Ketenagakerjaan

perbedaan jkp dan jht

Mengetahui apa itu JKP dan JHT dalam program BPJS Ketenagakerjaan penting bagi Anda pemilik bisnis atau seorang karyawan. BPJS Ketenagakerjaan atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ketenagakerjaan, adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab dalam memberikan jaminan sosial kepada tenaga kerja yang terdaftar di BPJS ketenagakerjaan.

BPJS ketenagakerjaan merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS ketenagakerjaan memiliki beberapa jenis jaminan sosial yang diberikan kepada peserta, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Pensiun (JP).

Pada artikel kali ini, kami akan membahas apa itu program JKP dan JHT dari BPJS Ketenagakerjaan beserta dengan manfaat yang Anda dapatkan juga perbedaan kedua program ini.

Apa itu JKP?

Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) adalah salah satu jaminan yang ditawarkan oleh BPJS ketenagakerjaan kepada peserta yang terdaftar sebagai pekerja formal. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) merupakan jaminan yang diberikan kepada peserta yang kehilangan pekerjaannya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, seperti pemutusan hubungan kerja.

Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJS ketenagakerjaan memberikan bantuan keuangan kepada peserta yang kehilangan pekerjaannya selama masa transisi mencari pekerjaan baru. Bantuan keuangan tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu bantuan santunan kehilangan kerja dan bantuan program penyediaan lapangan kerja.

Aturan resmi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja/buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) telah tertuang dan disahkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Baca juga: JKK dan JKM: Pengertian, Regulasi, Manfaat, dan Iurannya

Apa itu JHT?

Berbeda dengan JKP, Jaminan Hari Tua (JHT) adalah jaminan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan keuangan kepada peserta yang telah memasuki masa hari tua dan tidak lagi mampu bekerja.

Jaminan Hari Tua atau yang sering disingkat dengan JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

JHT bertujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU 40/2004) membuka peluang manfaat JHT diberikan kepada peserta tanpa harus menunggu usia pensiun.

Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening perorangan peserta, dengan ketentuan:

  1. Manfaat JHT dibayarkan secara sekaligus apabila peserta mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia, mengalami cacat total tetap, atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. (pasal 37 ayat (1) jo. Pasal 26 ayat (1) PP 46/2015)
  2. Diluar kondisi tersebut, pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun (pasal 37 ayat (3) UU 40/2004 jo. pasal 22 ayat (4) PP 46/2015).
  3. Batas tertentu yang dimaksud adalah paling banyak 30% dari total saldo JHT, yang peruntukan untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10% untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun. Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu tersebut hanya dapat dilakukan untuk 1 kali selama menjadi peserta (pasal 22 ayat (5) dan (6) PP 46/2015)

Bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), program JHT merupakan program jaminan sosial yang optional atau tidak wajib. Bila mengikuti program, PMI akan mendapatkan manfaat JHT sebesar nilai akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening perorangan peserta. Peserta PMI akan mendapatkan manfaat Program JHT yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta:

  1. Berhenti bekerja karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja, termasuk gagal berangkat dan gagal ditempatkan,
  2. Mengalami PHK,
  3. Meninggal dunia,
  4. Mengalami cacat total tetap, atau
  5. Menjadi warga negara asing (Pasal 23 ayat (3) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia)

Baca juga: Program BPJS Ketenagakerjaan: Pengertian, Manfaat, dan Cara Hitungnya

perbedaan jkp dan jht 2

Perbedaan JKP dan JHT

Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan Jaminan Hari Tua (JHT) adalah dua jaminan yang ditawarkan oleh BPJS ketenagakerjaan kepada peserta yang terdaftar sebagai pekerja.

Kedua jaminan tersebut memiliki tujuan yang berbeda, namun sama-sama memberikan bantuan keuangan kepada peserta yang membutuhkannya.

Berikut adalah beberapa perbedaannya:

Tujuan

JKP bertujuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada peserta yang kehilangan pekerjaannya seperti contohnya terkena PHK. JKP memberikan bantuan keuangan dalam bentuk santunan kehilangan kerja dan program penyediaan lapangan kerja.

Santunan kehilangan kerja merupakan uang tunai paling banyak enam bulan yang diberikan setiap bulan. Terbagi atas 45 persen dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya.

Sedangkan program penyediaan lapangan kerja merupakan program yang membantu peserta dalam mencari pekerjaan baru dengan cara memberikan pelatihan dan sertifikasi keahlian.

Jaminan Hari Tua atau yang sering disingkat dengan JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap dan bertujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia

Syarat Pencairan

Manfaat JKP diberikan adalah untuk mereka yang mengalami PHK untuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), dengan beberapa ketentuan:

  1. Penerima manfaat JKP harus bersedia untuk bekerja kembali. Yang dimaksud “bersedia untuk bekerja kembali” yaitu bekerja sebagai pekerja penerima upah atau berusaha mandiri atau wirausaha (penjelasan pasal 19 ayat (2)
  2. Khusus untuk pekerja PKWT, manfaat JKP diberikan apabila Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu.
  3. Manfaat bisa diambil bila peserta sudah menyelesaikan iuran paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan atau setidaknya sudah membayar iuran enam bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK.

Sedangkan untuk mencairkan JHT karyawan harus dengan alasan berikut:

  1. Berhenti bekerja karena mengundurkan diri setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan.
  2. Terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal PHK, dan
  3. Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Pada 2 Februari 2022, Pemerintah mencabut Permenaker 19/2015 dan menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.

Permenaker baru ini menetapkan peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri dan terkena PHK hanya dapat menerima manfaat JHT secara tunai dan sekaligus pada saat mencapai usia pensiun 56 tahun.

Baca juga: Cara Menghitung BPJS Ketenagakerjaan Sesuai Aturan

Perhitungan manfaat

Perhitungan manfaat JKP yang diberikan kepada peserta tergantung dari upah pokok peserta dan lamanya peserta bekerja. Bantuan JKP  berupa uang tunai paling banyak enam bulan yang diberikan setiap bulan dan terbagi atas 45 persen dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya.

Sedangka manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening perorangan peserta dan bisa diambil secara penuh.

Baca juga: Aturan Usia Pensiun Menurut UU Ketenagakerjaan

Berapa Iuran JKP?

Iuran program JKP wajib dibayar setiap bulan sebesar 0,46 persen dari upah bulanan pekerja/buruh. Iuran sebesar 0,46% ini bersumber dari:

  1. Iuran yang dibayarkan pemerintah pusat sebesar 0,22% dari upah bulanan pekerja/buruh.
  2. Sumber pendanaan JKP sebesar 0,24% dari rekomposisi (subsidi silang) dari iuran program JKK dan JKM yang sebelumnya sudah ada dan berlaku di BPJS Ketenagakerjaan. Iuran JKK direkomposisi 0,14 persen dan iuran JKM 0,10 persen dari upah sebulan.

Bagi Pekerja/Buruh yang telah diikutsertakan dalam program jaminan sosial,rekomposisi iuran dilakukan terhadap iuran JKK dan JKM bulan Februari 2021.

Selanjutnya Rekomposisi iuran dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tanggal 17 bulan berikutnya (pasal 10 ayat (1) dan (2) Permenaker 7/2021). Sementara Rekomposisi iuran bagi Pekerja/Buruh yang baru didaftarkan dalam program jaminan sosial dilakukan sejak iuran pertama program JKK dan JKM dibayar lunas oleh Pengusaha. Rekomposisi iuran dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tanggal 17 bulan berikutnya (Pasal 11 Permenaker 7/2021)

Rekomposisi iuran JKK merujuk pada tingkat risiko yang terdiri dari lima kategori. Pertama, tingkat risiko sangat rendah 0,1 persen dari upah. Kedua, risiko rendah 0,4 persen. Ketiga, risiko sedang 0,75 persen. Keempat, risiko tinggi 1,13 persen. Kelima, risiko sangat tinggi 1,6 persen dari upah sebulan. Sementara iuran JKM direkomposisi sebesar 0,1 persen menjadi 0,2 persen.

“Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran merupakan upah terakhir pekerja/buruh yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas atas upah. Batas atas upah untuk pertama kali ditetapkan sebesar Rp. 5 juta,” tulis Pasal 11 ayat 6 dan ayat 7.

Bila upah di atas batas atas, maka standar penghitungan upah yang digunakan tetap sebesar batas atasnya, yaitu Rp5 juta. Upah yang jadi perhitungan terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Namun bila perusahaan tidak menyertakan perhitungan tunjangan, maka cuma upah pokok yang jadi perhitungan iuran.

Nantinya, besaran iuran dan batas atas upah akan dievaluasi berkala setiap dua tahun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria. Evaluasi oleh pemerintah di bidang ketenagakerjaan, keuangan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), lalu ditetapkan di peraturan pemerintah.

Baca juga: Aturan Health Screening Karyawan, Jenis, dan Tipsnya

gajihub 3

Berapa Iuran JHT?

Untuk iuran JHT sendiri terbagi menjadi 3 kategori yaitu penerima upah (PU), bukan penerima upah (BPU), dan pekerja migran, masing masing nilai iurannya adalah sebagai berikut:

Penerima upah (PU)

5,7% dari upah sebulan pekerja, dengan ketentuan:

  • 2% ditanggung pekerja
  • 3,7% ditanggung perusahaan/pemberi kerja

Bukan penerima upah (BPU)

Besar iuran disesuaikan dengan penghasilan peserta masing-masing, dengan perhitungan iuran antara yang paling rendah sebesar  Rp. 20.000 hingga yang paling tinggi sebesar Rp. 414.000/bulan

Pekerja migran

Pekerja Migran dapat memilih iuran JHT sebesar:

  • Rp 50.000/bulan
  • Rp 100.000/bulan
  • Rp 200.000/bulan
  • Rp 300.000/bulan
  • Rp 400.000/bulan
  • Rp 500.000/bulan

Baca juga: Program Jaminan Hari Tua: Peraturan dan Cara Cek Saldonya

Kesimpulan

Itulah pembahasan lengkap mengenai perbedaan JKP dan JHT dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Kedua program ini sangat membantu masyarakat, terutama mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Sebagai pemilik bisnis atau tim HR, penting untuk mengetahui pengertian dan perbedaan kedua program ini untuk memastikan semua karyawan Anda mendapatkan hak yang seharusnya dan meningkatkan loyalitas mereka.

Untuk memudahkan Anda dalam megelola dan menghitung nilai pembayaran dari seluruh program BPJS Ketenagakerjaan untuk seluruh karyawan, Anda bisa mencoba menggunakan software payroll dan HR modern seperti Gajihub.

Gajihub adalah software HR dan payroll berbasis cloud yang sudah digunakan banyak pemilik bisnis untuk mempermudah alur penghitungan payroll, tunjangan, pajak penghasilan, sampai penghitungan premi BPJS Ketenagakerjaan dengan cara yang lebih mudah dan terintegrasi.

Jika tertarik, Anda bisa mencoba menggunakan Gajihub secara gratis selama 14 hari atau selamanya melalui tautan ini.

 

sugi priharto

3 thoughts on “Perbedaan JKP dan JHT dalam BPJS Ketenagakerjaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *