Pahami Aturan Uang Pisah untuk Karyawan yang Resign

uang pisah banner

Setiap perusahaan wajib melindungi hak-hak karyawannya. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mencerminkan hal tersebut adalah dengan membayarkan uang pisah kepada karyawan yang memutuskan untuk resign. 

Dengan mematuhi pemberian uang pisah sesuai aturan yang berlaku, perusahaan pun dapat memastikan hubungan yang baik dengan mantan karyawan, menjaga citra perusahaan sebagai tempat kerja yang adil dan taat atas aturan pemerintah.

Pada artikel kali ini, Gajihub akan membahas apa itu uang pisah, perbedaan dengan pesangon, aturan, hingga contoh perhitungannya.

Apa yang Dimaksud dengan Uang Pisah?

Uang Pisah (UP) adalah bentuk tunjangan yang diberikan ketika seseorang berhenti bekerja di suatu perusahaan atau resign. 

Jika sebelumnya UP diatur dalam UU Ketenagakerjaan, seiring diresmikannya UU Cipta Kejra, kini diatur dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertntu, Alih Daya Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Meskipun demikian, tidak ada perbedaan mendasar terkait aturan uang pisah dalam UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja.

Kemudian, setiap perusahaan juga memiliki aturan yang berbeda-beda mengenai beberapa besar UP, bagaimana cara pembayaran, dan syaratnya.

Namun, penting untuk Anda ingat bahwa pemberian UP tidak bisa ditentukan sembarangan oleh perusahaan.

Peraturan dan persetujuan dari pihak pekerja juga diperlukan sebelum UP bisa diberikan. Dengan demikian, UP adalah bentuk kompensasi yang diatur melalui persetujuan antara pekerja dan perusahaan.

Baca Juga: 10 Software Payroll Retail Terbaik untuk Meningkatkan Bisnis

uang pisah

Apakah Uang Pisah dan Pesangon itu Sama?

Tidak, meskipun sama-sama merupakan kompensasi yang diberikan oleh perusahaan saat karyawan berhenti bekerja, keduanya tetap memiliki perbedaan. Berikut penjelasannya:

1. Alasan Pemberian

Pesangon diberikan saat perusahaan memutuskan memberhentikan karyawan, sementara UP akan diberikan perusahaan ketika karyawan tersebut mengundurkan diri atau resign. 

2. Dasar Hukum

Pesangon sendiri diatur dalam Pasal 81 No. 44 UU Cipta Kerja, sedangkan uang pisah diatur dalam Pasal 162 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

3. Besaran

Selain alasan dan dasar hukum, uang pisah dan pesangon juga dibedakan oleh besarannya. Berikut perhitungan besaran pesangon berdasarkan UU:

  • Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah
  • Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah
  • Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah
  • Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah
  • Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah
  • Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah
  • Masa kerja tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah
  • Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah
  • Masa kerja 8 tahun atau lebih, mendapattkan 9 bulan upah

Sementara karyawan yang memutuskan resign berhak atas UP yang besaranya diatur peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Baca Juga: Hal yang Harus Anda Perhatikan Sebelum Resign dari Pekerjaan

Apakah Semua Karyawan Berhak atas Hak Uang Pisah?

Tidak, sebab sudah ada tertentu yang telah menetapkan kondisi karyawan berhak mendapatkan uang pisah.

Pada masa berlakunya Undang-Undang Ketenagakerjaan, pemberian Uang Pisah dapat diberikan dalam dua jenis PHK berikut:

    1. Berdasarkan Pasal 162, karyawan berhak atas Uang Pisah ketika mereka mengundurkan diri secara sukarela.
    2. Berdasarkan Pasal 168, karyawan berhak atas Uang Pisah jika mereka mangkir selama lima hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas.

Namun, perlu Anda ingat bahwa kedua pasal tersebut sudah dihapus oleh Cipta Kerja, sehingga tidak lagi bisa menjadi dasar saat terjadi PHK.

Meskipun begitu, terdapat Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2021 yang mengatur dalam kondisi apa saja karyawan berhak mendapatkan uang pisah. Berikut daftarnya:

1. Karyawan Mengundurkan Diri

Karyawan mengundurkan diri secara sukarela, yang diatur dalam Pasal 36 (i).

2. Pengusaha Tidak Terbukti Melakukan Perbuatan Tertentu

Pengusaha tidak terbukti melakukan perbuatan-perbuatan kepada karyawan yang diatur dalam pasal 49. Daftar perubuatan tersebut tercantum dalam Pasal 36 huruf (g), yaitu:

  • Menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja.
  • Membujuk atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan aturan.
  • Tidak membayar upah tepat waktu sesuai yang telah ditentukan selama tiga bulan berturut-turut atau lebih, meskipun setelahnya perusahaan tetap membayarkan upah tepat waktu.
  • Tidak melakuka kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja.
  • Memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar perjanjian.
  • Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan, yang mana pekerjaan tersebut tidak tercantum pada perjanjian kerja.

3. Karyawan Mangkir

Karyawan telah mangkir selama lima hari kerja atau berturut-turut tanpa keterangan yang jelas setelah dilakukan pemanggilan yang patut. Hal ini diatur dalam pasal 51.

4. Pelanggaran yang Mendesak

Selanjutnya, karyawan berhak mendapatkan uang pisah karena telah melakukan pelanggaran yang sifatnya mendesak, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat 2.

5. Karyawan Tidak Bekerja Selama 6 Bulan

Karyawan yang tidak dapat melakukan pekerjaan selama enam bulan akibat ditahan pihak berwajib, karena diduga telah melakukan tindak pidana yang menyebabkan kerugian perusahaan. Hal ini diatur dalam Pasal 54 ayat 1.

6. Karyawan yang Melakukan Tindakan Pidana

Karyawan diputus bersalah melakukan tindak pidana sebelum masa penahanan enam bulan berakhir, yang diatur dalam Pasal 54 ayat 4.

Dengan demikian, siapa pun karyawan yang memenuhi kondisi-kondisi seperti di atas berhak mendapatkan UP, tanpa pengecualian tertentu.

Baca Juga: Cara Menghitung Pesangon Sesuai Undang Undang Terbaru

gajihub 2

Bagaimana Cara Mendapatkan Hak Uang Pisah bagi Karyawan?

Untuk memperoleh UP saat resign, seorang karyawan harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

  1. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis paling lambat 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri dimulai.
  2. Tidak terikat dalam ikatan dinas.
  3. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal pengunduran diri berlaku.

Apabila syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, perusahaan tidak diwajibkan untuk membayar uang pisah kepada karyawannya.

Baca Juga: Outplacement: Arti, Manfaat, Hingga Cara Membangunnya

Bagaimana Jika Perusahaan Tidak Menerapkan Atuan Terkait Uang Pisah?

Menurut sejumlah putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dalam kasus gugatan karyawan terkait uang pisah, meskipun perusahaan tidak mengatur uang pisah secara khusus, namun bukan berarti perusahaan tidak wajib memenuhi hak tersebut kepada karyawan yang resign. 

Dengan kata lain, baik perusahaan memiliki aturan terkait uang pisah atau tidak, uang tersebut tetap dianggap sebagai hak karyawan yang harus dibayarkan.

Sebagai contoh, berikut pengaturan mengenai uang pisah dalam peraturan perusahaan:

  1. Uang Pisah diberikan kepada karyawan yang mengundurkan diri atau mengalami jenis PHK sesuai dengan undang-undang dan aturan ketenagakerjaan.
  2. Besaran uang pisah tergantung pada masa kerja karyawan:
    • Masa kerja kurang dari 3 tahun: satu bulan gaji pokok.
    • Masa kerja 3 tahun hingga kurang dari 10 tahun: dua bulan gaji pokok.
    • Masa kerja 10 tahun hingga kurang dari 15 tahun: tiga bulan gaji pokok.
    • Masa kerja 15 tahun atau lebih: lima bulan gaji pokok.

Kemudian, untuk perusahaan yang tidak memiliki pembatasan uang pisah dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, besaran uang pisah dapat dihitung dengan mengacu pada besaran uang penghargaan masa kerja (UPMK) sebagaimana diatur dalam Pasal 40 PP No 35 Tahun 2021.

Dengan demikian, sebaiknya perusahaan menetapkan besaran uang pisah dalam dokumen resmi, seperti perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama untuk mengindari ketidakpastian dan kemungkinan tuntutan yang dapat memberatkan perusahaan.

Baca Juga: UU Ketenagakerjaan Terbaru, Ketahui Poin-Poin Pentingnya

Apa yang Disebut dengan UPMK?

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, perusahaan yang tidak memiliki aturan terkait uang pisah, maka besarannya berpatokan dengan UPMK.

UPMK sendiri adalah uang yang diberikan untuk menghargai atas apa yang telah dikerjakan karyawan. Berikut ini besaran perhitungannya:

  • Masa kerja 3 tahun/lebih tapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah.
  • Masa kerja 6 tahun/lebih tapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah.
  • Masa kerja 9 tahun/lebih tapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah.
  • Masa kerja 12 tahun/lebih tapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah.
  • Masa kerja 15 tahun/lebih tapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah.
  • Masa kerja 18 tahun/lebih tapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah.
  • Masa kerja 21 tahun/lebih tapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah.
  • Masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah.

Baca Juga: 12 Hak Dasar Karyawan Sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan

uang pisah

Bagaimana Contoh Perhitungan Uang Pisah untuk Karyawan yang Resign?

Berikut adalah contoh perhitungan untuk seorang karyawan yang telah bekerja selama 5 tahun dengan gaji sebulan sebesar Rp8.000.000 per bulan.

Dalam contoh ini, perusahaannya tidak memiliki aturan tertentu terkait besaran uang yang diterima, sehingga menggunakan patokan UPMK seperti yang telah dijelaskan di atas.

Berikut perhitungannya:

  • Uang pisah untuk masa kerja 3-6 tahun = 2 bulan upah.
  • Uang Pisah: 2 x Rp 8.000.000 = Rp 16.000.000

Contoh Perhitungan untuk Karyawan PKWT

Perlu Anda ketahui bahwa uang pisah hanya berlaku untuk karyawan tetap atau PKWTT. Sementara karyawan kontrak atau PKWT tidak berhak atas hak tersebut.

Meskipun demikian, mereka tetapmemiliki hak untuk menerima uang kompensasi berdasarkan masa kerja dalam kontrak yang telah dijalani.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 17 No. 35 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa, apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya kontrak PKWT, maka perusahaan wajib memberikan uang kompensasi sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 15 ayat (1) yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan karyawan.

Perhitungan uang kompensasi sendiri adalah masa kerja/ 12xupah sebulan.

Sebagai contoh, seorang karyawan PKWT mengundurkan diri setelah bekerja selama 9 bulan dalam kontrak 1 tahun dengan gaji Rp4.000.000 setiap bulannya.

Maka, uang kompensasi yang akan diterima adalah 9/12x Rp4.000.000 = Rp3.000.000

Baca Juga: Apa itu PMTK dalam PHK? Berikut Penjelasan Lengkapnya

Kesimpulan

Berdasarkan artikel di atas, dapat dipahami bahwa membayarkan uang pisah bagi karyawan yang memutuskan resign merupakan langkah penting, yang perlu dilakukan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan mencerminkan homitmen dalam melindungi hak-hak karyawan.

Meskipun setiap perusahaan dapat memiliki aturan yang berbeda-beda, pada dasarnya aturan tersebut harus diatur secara jelas dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja sama, untuk meningkatkan transparansi.

Nah, selain perlu tranparan dalam menetapkan aturan terkait uang pisah, Anda juga perlu menciptakan proses penggajian yang transparan, sehingga karyawan dapat lebih termotivasi dalam bekerja.

Untuk itu, Anda dapat menggunakan software payroll dan HR dari Gajihub yang menawarkan fitur payroll, di mana fitur tersebut memungkinkan Anda untuk mengirimkan slip gaji kepada para karyawan, sehingga mereka memahami seluruh komponen penggajian ataupun jika terdapat pemotongan gaji.

Yuk, cari tahu selengkapnya tentang Gajihub dengan klik tautan ini dan dapatkan coba gratis selama 14 hari.

Catatan Kaki: 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *