Quiet Quitting: Arti, Penyebab, Ciri-ciri, dan Cara Mencegahnya

Istilah quiet quitting mulai dikenal masyarakat setelah populer di TikTok pada tahun 2022. Dalam dunia kerja, istilah ini menggambarkan kondisi karyawan yang hanya melakukan pekerjaan seperti biasa.

Artinya, mereka tidak pernah mengambil inisiatif lain, tidak bekerja lembur, dan tidak mau mengambil tanggung jawab tambahan secara sukarela.

Karyawan tersebut mungkin tetap datang tepat waktu, mengerjakan tugas yang diminta, tetapi tidak berusaha lebih dari yang dibutuhkan.

Fenoma ini kerap kali muncul salah satunya karena karyawan merasa kurang dihargai, lelah, atau tidak menemukan makna dalam pekerjaan mereka.

Pada artikel kali ini, Gajihub akan membahas apa itu quiet quitting, ciri-ciri, cara identifikasi, dan strategi pencegahannya.

Apa yang Dimaksud dengan Quit Quitting?

quiet quitting 1

Quit quitting adalah kondisi di mana karyawan hanya melakukan usaha minimum untuk mempertahankan pekerjaan mereka, tetapi tidak mengerahkan waktu atau energi ekstra untuk tugas mereka.

Mereka melakukan pekerjaan dengan baik, tetapi tidak mau mengambil tugas tambahan atau melakukan lebih dari yang diminta dalam deskripsi pekerjaan mereka.

Istilah ini terinspirasi oleh hashtag dari China, yaitu #TangPing, yang dalam bahasa Inggris berarti“lay flat” dan digunakan untuk memprotes budaya kerja berlebihan.

Pandemi juga menjadi faktor yang mendorong ren ini, karena banyak orang mulai menilai kembali pandangan mereka terhadap pekerjaan.

Jika Anda melihat adanya quiet quitting di tempat kerja Anda, mungkin ada sesuatu yang menyebabkan karyawan kurang terlibat, bisa jadi karena pekerjaan mereka atau prospek kemajuan karier.

Oleh karena itu, sebagai HR, Anda perlu menemukan penyebab masalah ini dan mengambil langkah untuk mengatasinya.

Baca Juga: Pelanggaran Karyawan: Pengertian dan Tips Meminimalisirnya

Apakah Quit Quitting Benar-Benar Terjadi di Tempat Kerja?

quiet quitting 2

Sulit untuk memastikan apakah quiet quitting benar-benar terjadi di tempat kerja atau hanya fenomena yang marak di internet.

Quiet quitting memang sering dibicarakan di TikTok dan media sosial lainnya, jadi kemungkinan fenomena ini memang nyata.

Hanya saja, sulit untuk mengukur berapa banyak orang yang melakukannya.

Berdasarkan hal tersebut Gallup membuat survei keterlibatan karyawan, dan meminta karyawan menilai diri mereka sebagai sangat terlibat, tidak terlibat, atau benar-benar tidak terlibat dalam pekerjaan.

Menurut Gallup pelaku quiet quitting atau quiet quitters mirip dengan karyawan yang tidak terlibat, yaitu mereka mungkin tidak sepenuhnya mengabaikan, namun secara psikologis mereka terpisah dari tempat kerja dan tidak bekerja secara maksimal.

Dalam laporan Gallup, State of the Global Workforce 2022, hanya 21% karyawan di seluruh dunia yang benar-benar terlibat dalam pekerjaan dan 19% benar-benar tidak terlibat.

Mereka yang benar-benar tidak terlibat biasanya lebih vokal tentang ketidakpuasan mereka di tempat kerja dan mencari pekerjaan baru.

Namun, artinya ada sekitar sisa 60% pekerja global yang mungkin melakukan quiet quitting. 

Baca Juga: Apa Itu Abseenteism? Simak Arti, Penyebab, Dampak, dan Cara Mengatasinya Berikut Ini

Apa Penyebab Quiet Quitting Terjadi?

quiet quitting 3

Saat seorang karyawan memilih untuk quiet quit, biasanya ada beberapa alasan tertentu, seperti:

1. Gaji Rendah

Salah satu alasan utama adalah gaji yang dianggap tidak memadai. Banyak karyawan merasa upah mereka tidak sebanding dengan produktivitas yang mereka hasilkan.

Mereka juga menyadari bahwa ketimpangan upah antara mereka dan para C-levels semakin besar.

2. Tidak Ada Jenjang Karier

Banyak karyawan yang merasa terjebak dalam posisi mereka tanpa adanya jenjang karir. Mereka bekerja keras tetapi tidak melihat kesempatan untuk mendapatkan kenaikan gaji atau promosi.

3. Merasa Tidak Dihargai

Karyawan mungkin merasa tidak dihargai saat manajer atau rekan kerja meragukan keputusan mereka, melakukan mikromanajemen, atau tidak menghargai masukan dari mereka.

Hal ini tentunya membuat karyawan kehilangan semangat dalam bekerja.

4. Masalah Pribadi

Beberapa karyawan mungkin menghadapi masalah pribadi seperti kesehatan atau urusan keluarga lainnya yang membuat mereka sulit untuk fokus sepenuhnya pada pekerjaan.

5. Kurangnya Fleksibilitas

Banyak karyawan yang menginginkan fleksibilitas dalam jadwal kerja, terutama setelah adanya sistem remote working selama pandemi.

Saat perusahaan memaksakan karyawan untuk kembali bekerja di kantor secara full time tanpa memberikan opsi kerja fleksibel, mereaka akan merasa kurang dihargai dan mungkin melakukan quiet quitting. 

Pahami bahwa quiet quitting dapat berdampak negatif pada produktivitas dan kesejahteraan karyawan serta kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk memperhatikan kebutuhan dan keinginan karyawan untuk mencegah quiet quitting terjadi.

Baca Juga: Insubordinasi di Dunia Kerja: Arti, Contoh, Hingga Upaya Pencegahannya

Apa Saja Ciri-Ciri Karyawan yang Melakukan Quiet Quitting?

quiet quitting 4

Karyawan yang melakukan quiet quitting atau disebut quiet quitters masih terdaftar sebagai karyawan, tetapi mereka merasa tidak terhubung dengan tempat kerj adan hanya melakukan pekerjaan minimum untuk mendapatkan gaji di akhir bulan.

Berikut beberapa tanda-tanda quit quitting yang harus diwaspadai oleh manajer:

1. Penurunan Keterlibatan

Karyawan yang tidak terlibat biasanya lebih diam selama rapat, berhenti mengambil inisiatif, dan tidak berpartisipasi dalam acara kantor di luar pekerjaan.

Mereka hanya melakukan pekerjaan minimum yang diperlukan sesuai kontrak. Jika perilaku ini mulai muncul, maka hal ini bisa menjadi tanda quiet quitting. 

2. Absensi yang Meningkat

Saat karyawan merasa tidak nyaman di tempat kerja, mereka cenderung sering mengambil cuti sakit atau absen.

Jika Anda menerima catatan sakit lebih sering atau ada anggota tim yang sering absen, hal ini bisa menjadi tanda bahwa mereka quiet quitters. 

Untuk memudahkan Anda dalam memantau kehadiran karyawan, Anda dapat menggunakan software payroll dan HR dari Gajihub.

Melalui fitur analisa data, Anda dapat memantau tingkat disiplin karyawan, mulai dari laporan keterlambatan, laporan lembur, izin cuti, dan lain-lain.

Dengan data-data tersebut, Anda dapat menganalisis apakah seorang karyawan terindikasi melakukan quiet quitting. 

Selain itu, untuk mencegah kemungkinan kecurangan dalam sistem absensi, Gajihub juga dilengkapi dengan sistem abuse detection, yang akan menolak presensi secara otomatis jika karyawan diketahui menggunakan fake GPS dan fake IP. 

Tertarik mencoba? Klik gambar berikut dan dapatkan informasi lengkapnya:

gajihub 3

3. Penarikan Diri dari Interaksi Sosial

Karyawan yang biasanya aktif berinteraksi mungkin mulai berhenti ikut serta dalam acara tim, diam dalam percakapan, atau mematikan kamera saat rapat online. 

Jika ini terjadi, Anda perlu mencari tahu alasannya.

3. Enggan untuk Datang ke Kantor

Fleksibilitas kerja seperti work from home memang bagus, namun hal ini bisa membuat karyawan yang tidak bahagia lebih mudah mengisolasi diri dan melakukan quiet quitting. 

Jika mereka semakin jarang datang ke kantor, Anda bisa mulai mencari tahu tentang alasannya.

Baca Juga: 12 Tips Menghadapi Karyawan yang Terlambat Masuk Kerja

4. Peningkatan Keluhan

Sebagai  profesional HR, Anda mungkin akan menerima lebih banyak keluhan dari biasanya. Hal ini bisa menjadi tanda ada sesuatu yang tidak beres.

Oleh karena itu, Anda perlu menanggapi keluhan ini lebih awal untuk mencegah terjadinya quiet quitting. 

5. Tidak Peduli Terhadap Hasil Kerja

Karyawan yang bahagia biasanya peduli dengan kemajuan tim dan perusahaan. Sementara quiet quitters tidak peduli jika tim atau perusahaan sukses.

Mereka hanya melakukan hal minimum yang diminta dan tidak memiliki motivasi untuk berusaha lebih keras.

6. Penurunan Kualitas dan Kinerja

Penurunan kualitas kerja dan kinerja secara terus-menerus juga bisa menjadi tanda quiet quitting.

Hal ini bisa berdampak negatif pada kesuksesan perusahaan dan menunjukkan masalah yang lebih dalam.

Fenomena quiet quitting ini menunjukkan pentingnya budaya perusahaan yang kuat dan pendekatan yang berfokus pada karyawan.

Pahami penyebab masalah ini untuk mengatasinya secara efektif, misalnya dengan mengenali tanda-tanda umum sebagai langkah awal.

Baca Juga: Assessment Karyawan: Manfaat, Jenis, Cara, Alat, dan Tipsnya

Bagaimana Cara Mengidentifikasi Quiet Quitting?

bekerja kurang maksimal 5

Quiet quitting adalah fenomena yang hampir tidak terlihat. Oleh karena itu, agak sulit untuk mengidentifikasinya.

Namun, berikut adalah beberapa hal yang dapat Anda lakukan:

1. Survei Keterlibatan Karyawan

Melalui survei yang dilakukan secara rutin, Anda dapat melihat apakah ada tingkat keterlibatan yang rendah di antara karyawan.

Hal ini tidak dapat menjadi adanya quiet quitting, namun perlu diingat bahwa karyawan yang tidak terlibat cenderung kurang antusias dalam mengisi survei, sehingga hasilnya mungkin tidak sepenuhnya akurat.

2. Metrik Produktivitas

Biasanya, quiet quitting akan menyebabkan penurunan produktivitas.

Jika Anda sudah memantau metrik produktivitas secara teratur, Anda dapat membandingkannya dengan kondisi pada umumnya untuk mengetahui apakah ada perubahan yang mencurigakan.

3. Kondisi Keuangan Perusahaan

Dalam beberapa kasus, banyaknya karyawan yang tidak terlibat dapat berdampak negatif pada keuntungan perusahaan.

Jika Anda melihat adanya penurunan yang tidak wajar dalam keuntungan perusahaan, quiet quitting mungkin menjadi salah satu faktor yang perlu Anda periksa.

4. Promosi Internal

Karyawan yang melakukan quiet quitting biasanya tidak akan dipertimbangkan untuk promosi atau kesempatan karier lainnya.

Dengan melacak siapa yang dipromosikan dan siapa yang tidak, Anda mungkin akan mendapatkan petunjuk mengenai karyawan yang mungkin menjadi quiet quitters.

5. Intuisi

Terkadang, Anda dapat merasakan bahwa ada yang tidak beres. Jika Anda memiliki insting bahwa salah satu karyawan tidak berperilaku seperti biasanya, mungkin Anda perlu untuk menyelidikinya lebih lanjut.

Baca Juga: 15 Contoh SP 1, SP 2, dan SP 3 dan Perbedaannya

Apa Saja Strategi untuk Mencegah Quiet Quitting?

bekerja kurang maksimal 6

Sebelum quiet quitting terjadi, ada beberapa strategi yang bisa Anda lakukan, seperti:

1. Mengakui dan Menghargai Prestasi Karyawan

Karyawan yang merasa dihargai cenderung lebih termotivasi dan terlibat dalam pekerjaannya.

Oleh karena itu, Anda dapat memberikan pengakuan atas prestasi mereka baik dalam bentuk penghargaan finansial maupun pujian verbal.

2. Menawarkan Peluang Belajar dan Pengembangan

Selain itu, Anda juga bisa memberikan kesempatan kepada karyawan untuk meningkatkan keterampilan mereka melalui pelatihan dan pengembangan.

Dukung mereka untuk mengikuti kursus online atau seminar yang relevan dengan bidang pekerjaan mereka.

3. Menjaga Work Life Balance Karyawan

Pastikan bahwa kebijakan perusahaan mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi karyawan (work life balance). 

Hal ini termasuk memastikan beban kerja yang wajar dan waktu istirahat yang cukup untuk menjaga kesehatan mental dan fisik mereka.

4. Memberikan Feedback secara Teratur

Adakan evaluasi kinerja secara berkala untuk memberikan feedback kepada karyawan tentang kinerja mereka.

Di samping itu, berikan kesempatan juga bagi mereka untuk menyampaikan kekhawatiran atau saran untuk perbaikan.

Baca Juga: Employee Feedback: Arti, Manfaat, Hingga Contohnya

5. Mendengarkan Karyawan

Dengarkan keluhan dan masukan dari karyawan tentang kondisi kerja dan kebijakan perusahaan.

Berikan respon yang tepat dan buatlah perubahan jika diperlukan untuk meningkatkan lingkungan kerja.

6. Komunikasikan Peran dan Tanggung Jawab dengan Jelas

Kemudian, jelaskan secara detail apa yang mereka harapkan dari setiap karyawan dan pastikan mereka memahami tugas dan tanggung jawab mereka.

Hindari memberikan pekerjaan di luar lingkup tugas mereka tanpa memberikan kompensasi yang sesuai.

7. Dorong Keterlibatan Karyawan

Terakhir, berikan karyawan kebebasan untuk berkontribusi dengan ide-ide mereka dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka.

Hal ini akan meningkatkan rasa memiliki mereka terhadap pekerjaan dan perusahaan secara keseluruhan.

Baca Juga: 15 Cara Meningkatkan Employee Engagement dan Manfaatnya

Apa itu Quiet Firing?

bekerja kurang maksimal 7

Selain quiet quitting, ada istilah yang juga berkaitan dengan hal tersebut namun memiliki pengertian yang berbeda.

Quit firing adalah praktik manajemen di mana seorang atasan berusaha secara diam-diam mendorong seorang karyawan untuk keluar dari pekerjaannya.

Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan tugas-tugas yang sangat sulit dan tidak menyenangkan, mengurangi jam kerja mereka, atau menghalangi kesempatan mereka untuk naik jabatan.

Praktik ini tidak patut dicontoh dan seharusnya tidak terjadi di lingkungan kerja yang sehat.

Namun, sayangnya hal ini sering terjadi ketika atasan tidak ingin langsung memecat karyawan dan ingin terhindar dari kewajiban memberikan pesangon.

Baca Juga: 7 Cara Memecat Karyawan yang Baik dan Benar, Wajib Tahu!

Kesimpulan

Berdasarkan artikel di atas, dapat dipahami bahwa quiet quitting adalah fenome di mana karyawan hanya melakukan tugas-tugas minimum untuk mempertahankan pekerjaan mereka tanpa mengambil inisiatif lebih atau bekerja dengan energi ekstra.

Hal ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti gaji rendah, kurangnya peluang karier, merasa tidak dihargai, hingga kurangnya fleksibilitas dalam bekerja.

Oleh karena itu, penting bagi karyawan untuk mengidentifikasi tanda-tanda quiet quitting dan menerapkan strategi penting untuk mempertahankan karyawan.

Salah satu tanda-tanda penting dari quiet quitting adalah meningkatnya absensi karyawan.

Untuk mempermudah Anda dalam melakukan pemantauan, Anda dapat menggunakan fitur absensi dari software payroll dan HR dari Gajihub.

Selain masalah absensi, Gajihub juga memungkinkan tim HR untuk melakukan proses payroll hingga mengelola izin dan cuti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *