Ketika membahas mengenai dunia kerja, khususnya berkaitan dengan kepuasan kerja, ada istilah equity theory yang wajib dipahami setiap pemberi kerja dan karyawan.
Equity theory ini berhubungan dengan rasa keadilan yang sangat berpengaruh pada motivasi, kepuasan, hingga produktivitas karyawan.
Di dalam teori ini dijelaskan mengenai persepsi keadilan yang berperan dalam membentuk perilaku dan sikap karyawan kepada perusahaan.
Dengan memahami equity theory ini baik HR ataupun manajemen dapat membantu untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, transparan, dan mendukung peningkatan retensi karyawan.
Lalu apa yang dimaksud equity theory ini dan contoh penerapannya dalam dunia kerja?
Yuk baca penjelasan lengkapnya hanya di bawah ini:
Apa yang Dimaksud dengan Equity Theory?

Equity theory atau dikenal juga dengan teori ekuitas adalah sebuah teori motivasi kerja yang dikembangkan oleh John Stacey Adams pada tahun 1963.
Teori ini mengeksplorasi persepsi keadilan yang berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan di dalam lingkungan organisasi.
Di dalam teori ini dijelaskan bahwa karyawan memberikan kontribusi sesuai dengan imbalan atau penghargaan yang mereka terima.
Ini berkaitan dengan keadilan kerja, khususnya yang berhubungan dengan perbandingan antara input (usaha, waktu, keterampilan, pengalaman) dan output (gaji, benefit, penghargaan, kenaikan jabatan) yang diterima oleh karyawan.
Keseimbangan ini menjadi dasar bagi persepsi keadilan karyawan dan pada gilirannya memengaruhi motivasi mereka di tempat kerja serta kepuasan karyawan.
Pada intinya, teori keadilan berfokus pada penentuan apakah distribusi sumber daya adil di dalam organisasi.
Di sini karyawan membuat catatan tentang kontribusi (input) dan manfaat (output) mereka, lalu menggunakan catatan ini untuk membandingkan rasio mereka dengan rasio rekan kerja atau acuan mereka.
Ketika karyawan merasa ada ketidakseimbangan dalam rasio ini dibandingkan dengan orang lain, mereka dapat mengalami penurunan motivasi dan ketidakpuasan kerja.

Baca Juga: Manajemen Motivasi: Manfaat, Strategi, dan Tantangannya
Bagaimana Pengaruh Equity Theory di Tempat Kerja?

Ketika membahas mengenai pengaruh equity theory di tempat kerja, perlu dipahami ada 3 komponen penting yang berhubungan dengan teori ini, yakni:
- Pertama, input. Ini mencakup semua kontribusi yang diberikan karyawan, termasuk waktu, keahlian, kualifikasi, usaha, loyalitas, hingg kemampuan interpersonal.
- Kedua, hasil.Ini mewakili apa yang diterima karyawan dari organisasi, seperti kompensasi moneter dan manfaat, pengakuan, fasilitas, promosi, dan keamanan pekerjaan.
- Ketiga, perbandingan sosial.Ini berfungsi sebagai mekanisme melalui mana karyawan mengevaluasi keadilan rasio input-output mereka dibandingkan dengan orang lain.
Dari komponen ini, equity theory beroperasi berdasarkan beberapa asumsi kunci ketika diterapkan dalam konteks bisnis.
Secara umum karyawan mengharapkan imbalan yang adil atas kontribusi mereka, yang dikenal sebagai “norma keadilan”.
Selain itu, mereka menentukan apa yang dianggap sebagai kompensasi yang adil dengan membandingkan masukan dan hasil mereka dengan rekan kerja, proses yang disebut “perbandingan sosial”.
Jadi ketika karyawan merasa tidak adil, mereka secara aktif berusaha untuk memulihkan keseimbangan melalui penyesuaian kognitif atau dengan mengubah perilaku mereka.
Persepsi keadilan atau ketidakadilan secara langsung mempengaruhi perilaku dan sikap di tempat kerja.
Ketika karyawan merasa diperlakukan secara adil, mereka umumnya mempertahankan tingkat motivasi mereka.
Baca Juga: Teori Dua Faktor Herzberg: Ini Cara Menerapkan di Tempat Kerja
Bagaimana Equity Theory dalam Motivasi Bekerja?

Mekanisme operasional equity theory berpusat pada keseimbangan fundamental antara input (kontribusi) dan output (imbalan).
Menurut kerangka kerja motivasi ini, karyawan secara terus-menerus mengevaluasi apakah mereka menerima kompensasi yang adil untuk kontribusi mereka kepada organisasi.
Pada dasarnya, equity theory menyatakan bahwa motivasi bergantung pada dua faktor, yakni kompensasi yang adil dan persepsi tentang kompensasi yang adil dibandingkan dengan orang lain.
Aspek kritis dari teori keadilan adalah bahwa persepsi lebih penting daripada kenyataan.
Teori ini menekankan bahwa “keadilan, dalam hal ini, didasarkan pada persepsi dan bukan kenyataan!”
Perbedaan ini menjelaskan mengapa sistem kompensasi yang tampaknya objektif masih dapat gagal memotivasi karyawan yang merasa diperlakukan tidak adil.
Hubungan antara masukan dan hasil membentuk landasan proses motivasi ini.
Masukan mencakup segala kontribusi yang diberikan karyawan, termasuk:
- Waktu dan usaha
- Keterampilan, pendidikan, dan pengalaman
- Kesetiaan dan komitmen
- Pengorbanan pribadi
- Kepercayaan terhadap manajemen
- Kekuatan dan fleksibilitas
Sebaliknya, hasil mencakup baik imbalan tangible maupun intangible seperti:
- Gaji
- Tunjangan
- Keamanan kerja
- Pengakuan
- Tanggung jawab
- Rasa pencapaian
- Peluang untuk kemajuan.
Untuk keadilan dapat terwujud, ada dua cara yang dilakukan, yakni:
Pertama, karyawan harus merasa bahwa imbalan yang mereka terima secara intrinsik adil dibandingkan dengan kontribusi mereka.
Kedua, mereka harus merasa bahwa rasio masukan-keluaran mereka lebih menguntungkan dibandingkan dengan rekan-rekan mereka.
Jika salah satu bagian tersebut gagal, karyawan dapat mengalami apa yang equity theory sebut sebagai “ketidaknyamanan,” yang mendorong mereka untuk memulihkan keseimbangan.
Seorang pekerja yang merasa puas dengan kompensasinya hingga mengetahui bahwa rekan kerja dengan tanggung jawab serupa mendapatkan gaji yang jauh lebih tinggi.
Setelah menyadari ketidakadilan, karyawan secara aktif mencari cara untuk memulihkan keseimbangan melalui berbagai cara.
Mereka yang merasa kurang dihargai dapat mengurangi kontribusi mereka dengan mengurangi usaha atau produktivitas, menuntut kenaikan gaji atau manfaat yang lebih besar, atau masuk ke “mode bertahan hidup” dengan melakukan minimal yang diperlukan.
Dalam kasus ekstrem, mereka mungkin menjadi resistif, terlalu kompetitif, atau akhirnya meninggalkan organisasi.
Baca Juga: Pengertian Kompensasi Tidak Langsung, Manfaat, dan Contohnya
Apa Saja Komponen Utama dalam Equity Theory?

Equity theory terdiri dari tiga komponen fundamental yang membentuk dasar persepsi keadilan dalam hubungan kerja.
Memahami elemen-elemen ini memberikan wawasan tentang bagaimana karyawan mengevaluasi perlakuan mereka di dalam organisasi dan apa yang mendorong perilaku dan sikap mereka selanjutnya
Berikut 3 komponen penting dalam equity theory:
1. Input: Apa yang Diberikan Karyawan
Input mewakili semua kontribusi yang dibawa karyawan ke dalam hubungan kerja mereka.
Ini adalah investasi atau biaya yang individu keluarkan untuk pekerjaan dan organisasi mereka.
Secara utama, input meliputi sumber daya tangible dan intangible seperti waktu, usaha, keterampilan, pengalaman, dan dedikasi yang berperan signifikan dalam membentuk persepsi keadilan.
Di lingkungan industri, aset spesifik seperti modal dan tenaga kerja manual dianggap sebagai “input relevan” yang secara sah memberi hak kepada kontributor untuk mendapatkan imbalan.
Input ini umumnya mencakup:
- Waktu dan jam kerja
- Pendidikan, pelatihan, dan kualifikasi
- Pengalaman dan keahlian
- Usaha dan kerja keras
- Kesetiaan dan komitmen
- Kemampuan beradaptasi dan fleksibilitas
- Pengorbanan pribadi
- Kepercayaan pada atasan dan dukungan dari rekan kerja
- Antusiasme dan ketekunan
Perlu dicatat, input menjadi dasar bagi persepsi karyawan tentang apa yang mereka anggap pantas diterima sebagai imbalan.
Ketika karyawan berinvestasi secara signifikan dalam pekerjaan mereka melalui berbagai inputs ini, mereka secara alami mengharapkan hasil yang proporsional.
Baca Juga: Pengertian Tuckman Theory dan Berbagai Manfaatnya
2. Hasil: Apa yang Diterima Karyawan
Hasil mewakili apa yang diterima karyawan dari hubungan kerja mereka sebagai imbalan atas kontribusi mereka.
Ini adalah konsekuensi positif dan negatif yang dirasakan individu sebagai akibat dari hubungan mereka dengan organisasi.
Definisi hasil melampaui kompensasi finansial semata untuk mencakup manfaat yang dapat diukur dan tidak dapat diukur, seperti:
- Gaji dan insentif finansial
- Keamanan dan stabilitas pekerjaan
- Manfaat karyawan (asuransi kesehatan, rencana pensiun, dll.)
- Pengakuan dan reputasi
- Tanggung jawab dan wewenang
- Rasa pencapaian dan kepuasan
- Pujian dan apresiasi
- Kesempatan pengembangan dan promosi
Memang, ketika rasio antara masukan dan hasil terasa seimbang, karyawan umumnya mengalami kepuasan kerja yang lebih tinggi.
Persepsi menerima hasil yang adil atas kontribusi mereka menjadi inti penerapan teori keadilan di lingkungan kerja.
3. Perbandingan Sosial: Bagaimana Keadilan Dinilai
Komponen kritis ketiga dari equity theory memperkenalkan konsep perbandingan sosial, di mana karyawan mengevaluasi rasio antara input dan output mereka berdasarkan perbandingan dengan rasio karyawan lain
Proses perbandingan ini berfungsi sebagai mekanisme untuk menilai keadilan.
Untuk keadilan dapat terwujud, dua tes yang berbeda harus dilalui.
Pertama, karyawan harus merasa bahwa imbalan yang mereka terima secara intrinsik adil dibandingkan dengan kontribusi mereka.
Kedua, mereka harus merasa bahwa rasio masukan-keluaran mereka lebih menguntungkan dibandingkan dengan rekan kerja atau acuan mereka.
Individu dapat menggunakan titik acuan yang berbeda untuk perbandingan ini:
- Perbandingan acuan spesifik (membandingkan dengan individu tertentu)
- Perbandingan umum (membandingkan dengan standar yang diterima secara umum)
- Perbandingan internal (di dalam organisasi yang sama)
- Perbandingan eksternal (dari organisasi yang berbeda)
- Selain itu, perbandingan sosial ini mungkin melibatkan pengalaman pribadi masa lalu, di mana individu membandingkan situasi mereka saat ini dengan skenario pekerjaan sebelumnya.
Pada akhirnya, inti dari teori keadilan menyatakan bahwa individu menilai keadilan perlakuan mereka berdasarkan bagaimana orang lain yang serupa diperlakukan.
Baca Juga: 15 Tips Meningkatkan Motivasi Karyawan dan Strateginya
Contoh Penerapan Equity Theory di Tempat Kerja
Equity theory terjadi melalui interaksi sehari-hari di tempat kerja, di mana karyawan terus-menerus mengevaluasi dan merespons persepsi keadilan.
Penerapan nyata ini menunjukkan bagaimana teori ini membentuk perilaku organisasi dan motivasi karyawan.
Agar Anda lebih memahami penerapan teori ini di tempat kerja, berikut contoh penerapannya:
1. Ketidaksetaraan Gaji antar Anggota Tim
Ketidaksetaraan gaji merupakan salah satu manifestasi paling umum dari equity theory di lingkungan kerja.
Ketika karyawan menemukan rekan kerja dengan kualifikasi serupa menerima kompensasi lebih tinggi untuk pekerjaan yang sebanding, persepsi ketidakadilan, termasuk kesenjangan gaji gender dapat memicu respons perilaku yang berbeda.
Pertimbangkan percakapan seperti “Miranda mendapat gaji lebih tinggi dari saya, tapi saya tidak melihat dia bekerja banyak” atau “Karyawan baru mendapat gaji tiga kali lipat dari kita padahal bekerja lebih sedikit jam! Bagaimana ini adil?”.
Pernyataan-pernyataan ini mencerminkan proses evaluasi komparatif yang menjadi inti teori keadilan.
Baca Juga: 7 Indikator Motivasi Kerja dan Cara Meningkatkannya
2. Ketidakseimbangan Apresiasi dalam Penilaian Kinerja
Distribusi apresiasi seringkali mengikuti pola yang tidak adil meskipun kinerja anggota tim sama atau lebih baik.
Ketidakseimbangan ini biasanya muncul selama penilaian kinerja di mana pengakuan dibagikan secara tidak merata.
Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya pengakuan berkontribusi pada beberapa masalah di tempat kerja, seperti:
- Penurunan moral dan keterlibatan di antara karyawan yang diabaikan
- Kekecewaan terhadap rekan kerja yang diakui dan manajemen
- Pembentukan budaya perbandingan yang merugikan di mana karyawan menilai nilai mereka berdasarkan frekuensi pengakuan
- Normalisasi beban kerja berlebihan tanpa pengakuan yang sesuai
Studi menunjukkan bahwa persepsi keadilan dalam praktik pengakuan secara langsung berkorelasi dengan perilaku kewarganegaraan organisasi, yang mewakili kesediaan karyawan untuk melampaui persyaratan pekerjaan formal.
Sementara itu, karyawan yang menerima kompensasi dan pengakuan lebih tinggi cenderung meningkatkan upaya mereka, sedangkan mereka yang merasa tidak dihargai mengalami penurunan motivasi.
Baca Juga: 15 Cara Memotivasi Karyawan dan Keuntungannya
3. Kesempatan Promosi yang Tidak Setara
Praktik promosi sering kali mengungkapkan ketidakadilan sistemik melalui kesempatan promosi yang tidak setara.
Bias gender memberikan ilustrasi yang jelas tentang fenomena ini.
Penelitian yang menganalisis firma akuntansi menemukan perbedaan gender yang signifikan dalam promosi mitra, meskipun kandidat perempuan menunjukkan kualitas audit yang lebih tinggi daripada pesaing laki-laki selama tahun promosi.
Temuan ini menyarankan bahwa perempuan menghadapi standar promosi yang lebih tinggi, menciptakan ketidakseimbangan yang jelas antara masukan dan hasil.
Demikian pula, studi menunjukkan bahwa karyawan yang merasa praktik promosi tidak adil melaporkan penurunan kepuasan kerja, produktivitas yang berkurang, dan tingkat turnover yang lebih tinggi.
Penelitian membuktikan bahwa penunjukan yang tidak adil dapat merusak dinamika tim, menciptakan konflik internal, dan memupuk lingkungan kompetitif daripada kolaboratif.
Secara mendasar, karyawan mengevaluasi perkembangan karier mereka berdasarkan kontribusi mereka dan rekan kerja yang sebanding, kemudian menyesuaikan komitmen organisasi mereka berdasarkan perbandingan tersebut.
Baca Juga: Dedikasi Adalah? Ini Arti, Ciri-Ciri, Contoh, dan Tipsnya
Kesimpulan
Itulah penjelasan lengkap mengenai equity theory yang dapat menjadi referensi Anda.
Di dalam dunia kerja, equity theory berhubungan dengan keadilan yang didapatkan karyawan di tempat kerja.
Keadilan yang dimaksud di sini adalah adanya keseimbangan antara input yang diberikan karyawan dengan output yang diterima oleh karyawan.
Selain itu, perbandingan sosial juga menjadi komponen penting di mana karyawan menilai keadilan dari apa yang didapatkan orang lain (baik rekan kerja atau orang di industri yang sama).
Ketika karyawan menemukan adanya ketidakadilan, motivasi kerja mereka dapat menurun bahkan berpeluang meninggalkan perusahaan.
Oleh karenanya penting bagi perusahaan untuk memberikan output yang seimbang dengan kontribusi karyawan.
Untuk mendukung pemberian output yang seimbang ini, perusahaan perlu melakukan pengelolaan karyawan secara tepat.
Gunakan sistem HRIS dari GajiHub untuk mendukung kemudahan pengelolaan karyawan, termasuk pengelolaan kompensasi karyawan.
GajiHub merupakan sistem HRIS yang dilengkapi berbagai fitur yang mendukung kemudahan pengelolaan karyawan.
Yuk daftar GajiHub sekarang juga di tautan ini dan dapatkan uji coba gratis selama 14 hari.
- Entrepreneurial Mindset: Ciri, dan Cara Mengembangkannya - 4 December 2025
- Equity Theory: Pengertian, Komponen, dan Contoh Penerapannya - 4 December 2025
- Transformational Leadership: Ini Kelebihan dan Kekurangannya - 4 December 2025