Untuk membantu Anda dalam memenuhi kewajiban pajak sesuai undang-undang, Anda harus memahami Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Melalui DPP, Anda adpat menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan. DPP sendiri dapat berupa harga jual, nilai impor, nilai ekspor, penggantian, atau nilai lain yang relevan, tergantung pada jenis pajak yang diterapkan.
Dengan memahami DPP, perusahaan juga dapat membuat anggaran yang lebih akurat dan strategi pengelolaan keuangan yang efektif.
Pada artikel kali ini, Gajihub akan membahas apa itu dasar pengenaan pajak, jenis, hingga cara menghitungnya.
Apa yang Dimaksud dengan Dasar Pengenaan Pajak?
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah nilai yang digunakan sebagai dasar dalam menghitung besarnya pajak yang terutang.
Menurut peraturan perundang-undangan perpajakan, DPP dapat berupa harga jual, nilai impor, nilai ekspor, penggantian, atau nilai lain yang menjadi rujukan untuk menghitung pajak yang harus dibayar.
Pajak terutang ini bisa dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 4 ayat (2).
Baca Juga: Hilirisasi Digital: Arti, Tujuan, hingga Dampaknya terhadap HR
Apa Saja Jenis-Jenis Dasar Pengenaan Pajak?
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa DPP adalah angka yang digunakan untuk menentukan berapa pajak yang harus dibayar ke negara.
DPP ini terbagi menjadi tiga jenis utama yaitu DPP PPh, DPP PPN, dan DPP lainnya. Berikut masing-masing penjelasan serta cara menghitungnya:
1. Dasar Pengenaan Pajak PPh
DPP PPh adalah jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, baik secara pribadi maupun badan. DPP ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
DPP PPh 15
DPP PPh 15 adalah jumlah penghasilan bruto yang diterima oleh Wajib Pajak badan yang bergerak di bidang usaha tertentu, seperti perkebunan, pertambangan, dan perikanan.
DPP ini menggunakan norma penghitungan khusus, yaitu 4% dari peredaran bruto. PPh yang terutang adalah 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
Pada perusahaan pelayaran, peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia atau dari Indonesia ke luar negeri dan sebaliknya.
DPP PPh 21
DPP PPh 21 adalah jumlah penghasilan bruto yang diterima oleh pegawai atau pekerja, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Cara menghitungnya adalah dengan menjumlahkan semua penghasilan, seperti gaji, tunjangan, bonus, honorarium, uang lembur, dan yang pensiun.
Kemudian, kurangi jumlah tersebut dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan biaya jabatan.
PTKP adalah jumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak, berdasarkan status dan tanggungan Wajib Pajak.
Sementara biaya jabatan adalah pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dihitung sebagai persentase tertentu dari penghasilan bruto.
DPP PPh 22
DPP PPh 22 adalah jumlah harga jual, nilai impor, atau nilai lain yang dikenakan PPh Pasal 22.
Nilai impor sendiri adalah nilai uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk, ditambah pungutan lain sesuai Undang-Undang Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tetapi tidak termasuk PPN.
DPP PPh 23
DPP PPh 23 adalah nilai atas imbalan untuk jasa teknik, manajemen, konstruksi, konsultan, dan jasa lainnya.
Cara menghitungnya adalah dengan memotong jumlah bruto imbalan tanpa termasuk PPN.
Baca Juga: Perbedaan PPh 21 dan 23 yang Harus Diketahui HR
DPP PPh Pasal 26
DPP PPh Pasal 26 dibagi menjadi dua jenis, yaitu berdasarkan penghasilan bruto dan penghasilan neto.
Penghasilan Bruto, yaitu pajak dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atas:
- Bunga
- Dividen
- Royalti
- Pensiun dan pembayaran berkala
- Premi swap dan transaksi lindung nilai
- Keuntungan dari penghapusan utang
- Insentif
- Hadiah dan penghargaan
Penghasilan Neto, yaitu pajak dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri yang menerima:
- Penghasilan atau pengalihan harta di Indonesia (kecuali Bentuk Usaha Tetap/BUT)
- Hasil dari pengalihan saham
- Premi asuransi yang dibayarkan ke perusahaan asuransi luar negeri
Baca Juga: Pajak Perusahaan: Jenis, Manfaat, dan Denda Pelanggarannya
Bagaimana Cara Menghitung Dana Pasar Pengenaan Pajak PPN?
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, DPP PPN nilai adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing istilah tersebut:
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang yang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Contoh:
PKP X menjual baju dengan harga jual Rp 400.000.
Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Rp 400.000. Sehingga PPN terutang adalah: Rp400.000×10%=Rp40.000
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang yang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Contoh:
PT Cahya Angkasa adalah konsultan yang mengenakan biaya konsultasi sebesar Rp 2.000.000 per sesi. Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Rp 2.000.000. Sehingga PPN terutang adalah: Rp2.000.000×10%=Rp200.000
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lain berdasarkan ketentuan dalam peraturan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Contoh:
PT Emas Food bahan baku dari Jepang dengan biaya pembelian Rp 600.000.000, biaya asuransi 3%, ongkos kirim 6%, dan bea masuk 15%.
Dasar Pengenaan Pajaknya adalah:
Rp 600.000.000 + (3% × Rp 600.000.000) + (6% × Rp 600.000.000) + (15% × CIF) = Rp 600.000.000 + Rp 18.000.000 + Rp 36.000.000 + 15% × Rp 654.000.000 = Rp 654.000.000 + Rp 98.100.000 = Rp 752.100.000
PPN terutang:
Rp 752.100.000 × 10% = Rp 75.210.000
Baca Juga: Mengetahui Biaya Jabatan PPh 21 dan Cara Hitungnya
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang yang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
Contoh:
PT Busana Jaya mengekspor pakaian dengan nilai ekspor sebesar Rp 350.000.000, sehingga dasar Pengenaan Pajaknya adalah Rp 350.000.000.
5. Nilai Lain
Nilai lain diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan untuk menjamin rasa keadilan jika harga jual, nilai penggantian, nilai impor, atau nilai ekspor sulit ditetapkan, atau untuk penyerahan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.
Contoh:
Pemakaian Sendiri atau Pemberian Cuma-cuma
PT Sinar Angkasa memberikan 30 tas gratis kepada karyawan sebagai hadiah dengan harga jual total Rp 9.000.000 (margin laba 25%).
Dasar Pengenaan Pajaknya adalah:
Harga Jual – Laba Kotor = (100/125) × Rp 9.000.000 = Rp 7.200.000
PPN terutang:
Rp 7.200.000 × 10% = Rp 720.000
Penyerahan Melalui Juru Lelang
PT Indosari menjual gudang dengan harga pasar wajar Rp 850.000.000. Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Rp 850.000.000.
Perhitungan Khusus:
Penyerahan Jasa Pengiriman Paket
PT Adiguna adalah perusahaan ekspedisi. Jumlah yang ditagih atas jasa pengiriman paket adalah Rp 10.000.000.
Dasar Pengenaan Pajaknya adalah:
10% × Rp 10.000.000 = Rp 1.000.000
PPN terutang:
Rp 1.000.000 × 10% = Rp 100.000
Baca Juga: Subjek Pajak Penghasilan: Pengertian dan Jenisnya
Bagaimana Cara Menghitung Dasar Pengenaan Pajak PPh?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ada beberapa jenis DPP PPh yang perlu Anda pahami, yaitu:
1. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Tahunan
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Tahunan disebut Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP digunakan sebagai dasar pengenaan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Tahunan Pasal 17 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Namun, cara menghitung PKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan berbeda.
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dihitung dengan mengurangi penghasilan bruto dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
PTKP adalah batasan penghasilan yang tidak dikenai pajak, dan besarannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016.
Besaran PTKP:
- Rp 54.000.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
- Rp 4.500.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
- Rp 54.000.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
- Rp 4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang.
Contoh:
Pak B sudah menikah dan memiliki 2 anak (K/2) dengan penghasilan Rp 15.000.000 per bulan. Maka Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah:
Penghasilan bruto dalam setahun:
Rp 15.000.000 × 12 = Rp 180.000.000
PTKP (K/2):
Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000 + (2 × Rp 4.500.000) = Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak:
Rp 180.000.000 − Rp 67.500.000 = Rp 112.500.000
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan
Untuk Wajib Pajak Badan, Penghasilan Kena Pajak dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Biaya ini dikenal sebagai biaya deductible dan non-deductible.
Biaya deductible diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang PPh, sementara biaya non-deductible diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang PPh.
Proses ini melibatkan rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal untuk menyesuaikan perhitungan pajak dengan aturan yang berlaku.
Baca Juga: Accrued Payroll: Arti, Manfaat, Jenis, dan Cara Menghitung
2. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2
Penghasilan bruto merupakan Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2, yang dikenakan PPh final.
3. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 15
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 15 meliputi:
- Peredaran bruto atas penghasilan dari perusahaan pelayaran dan penerbangan dalam negeri serta luar negeri yang mempunyai BUT di Indonesia.
- Nilai ekspor bruto dari Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia.
- Jumlah bruto dari nilai tertinggi antara Nilai Pasar dan NJOP PBB atas penghasilan dari Built-Operate-Transfer.
4. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21, menurut Pasal 9 PER 16/PJ/2016, adalah Penghasilan Kena Pajak untuk:
- Pegawai tetap
- Penerima pensiun berkala
- Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya melebihi Rp 4.500.000 per bulan
- Bukan Pegawai yang menerima imbalan berkesinambungan
- Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian melebihi Rp 450.000 per hari, namun belum melebihi Rp 4.500.000 per bulan
- 50% dari penghasilan bruto untuk Bukan Pegawai yang menerima imbalan tidak berkesinambungan
- Penghasilan bruto lainnya
5. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 tergantung pada jenis transaksi, misalnya:
- Nilai impor untuk Impor Objek PPh Pasal 22
- Nilai ekspor pada Pemberitahuan Ekspor Barang untuk ekspor komoditas
- Harga jual lelang untuk Barang impor dalam penjualan lelang
- Nilai penjualan untuk penjualan BBM, gas, dan pelumas
- Dasar Pengenaan PPN untuk penjualan hasil produksi dalam negeri
- Harga pembelian untuk pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah, BUMN, atau badan usaha tertentu
- Harga jual emas batangan untuk penjualan emas di dalam negeri
- Harga penjualan untuk barang yang tergolong sangat mewah
Baca Juga: Cara Menghitung PPh Terutang Baik Bagi Karyawan dan Perusahaan
6. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah penghasilan bruto atas:
- Dividen
- Bunga
- Royalti
- Hadiah
- Sewa
- Jasa
7. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan Tahunan yang terutang pada tahun sebelumnya atau perhitungan tersendiri.
Misalnya, jika PPh Tahunan terutang pada tahun 2019 sebesar Rp 120.000.000, maka Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah:
Rp 120.000.000 ÷ 12 = Rp 10.000.000 per bulan
8. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 mencakup:
- Penghasilan bruto dari Subjek Pajak Luar Negeri, seperti dividen, bunga, royalti, sewa, penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, hadiah, pensiun, premi swap, keuntungan karena pembebasan utang
- Perkiraan Penghasilan Neto dari Subjek Pajak Luar Negeri, seperti penjualan harta di Indonesia, premi asuransi ke perusahaan luar negeri, penjualan saham perusahaan
- Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak dari Subjek Pajak Luar Negeri berupa laba BUT, kecuali jika seluruh penghasilan ditanamkan kembali di Indonesia
Baca Juga: Maternity Leave: Aturannya di Indonesia, Prosedur, dan Manfaat
Kesimpulan
Berdasarkan artikel di atas, dapat dipahami bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah komponen penting untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, baik individu maupun badan usaha.
Dengan memahami konsep dan cara perhitungannya, sebagai Wajib pajak, Anda akan lebih mudah untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dan menghindari adanya sanksi.
Selain itu, pemahaman mengenai DPP juga membantu Anda untuk mengambil keputusan bisnis yang lebih baik, dengan mempertimbangkan besaran pajak pada berbagai transaksi.
Untuk memudahkan Anda dalam penghitungan DPP, khususnya pada PPh 21/26, Anda dapat menggunakan software payroll dan HR dari Gajihub.
Software ini mendukung penghitungan dengan berbagai metode pemotongan pajak, mulai dari gross, gross up, nett, campuran secara akurat dan lebih otomatis.
Saat ini, juga sudah tersedia aplikasi PPh 21 yang bisa diunduh melalui Play Store dan kalkulator PPh 21, yang dapat Anda gunakan untuk menghitung pajak penghasilan karyawan.
Tertarik mencoba? Kunjungi tautan ini dan dapatkan coba gratis hingga 14 hari.
- Penilaian Objektif dan Subjektif, Apa Bedanya? - 23 December 2024
- Handover Pekerjaan Adalah: Manfaat, Tahapan & Contoh Dokumen - 23 December 2024
- Steward Adalah: Jenis, Tugas, Skill Penting, dan Kisaran Gajinya - 20 December 2024