Kerjasama antar karyawan sangat penting agar perusahaan tetap produktif dan menguntungkan.
Namun, ketika tim tidak bisa berkomunikasi dengan baik, perusahaan dikhawatirkan mengalami silo mentality, yakni pola pikir di mana setiap divisi bekerja masing-masing tanpa bekerja sama.
Jika dibiarkan, hal ini dapat menurunkan kinerja dan moral karyawan.
menurut studi yang dilakukan oleh Salesforce, 70% profesional di bidang customer experience dan eksekutif menganggap silo mentality sebagai hambatan terbesar dalam layanan pelanggan.
Artinya, silo mentality adalah maslaah yang nyata dan dapat menghambat pertumbuhan perusahaan.
Pada artikel kali ini, GajiHub akan membahas pengertian, penyebab, dampak, dan cara mengatasi silo mentality.
Apa yang Dimaksud dengan Silo Mentality?
Silo mentality adalah kondisi di mana tim atau departemen dalam perusahaan bekerja secara terpisah tanpa bekerja sama atau berbagi informasi dengan tim lain.
Biasanya, hal ini terjadi karena persaingan internal atau manajemen yang kurang efektif.
Akibatnya, komunikasi menjadi terbatas, tujuan antar tim tidak selaras, dan banyak peluang kerja sama yang terlewatkan.
Istilah “silo” sendiri berasal dari bangunan penyimpanan biji-bijian yang berdiri sendiri, yang menggambarkan bagaimana tim dalam perusahaan bisa bekerja secara terisolasi.
Mentalitas ini bisa terjadi di perusahaan mana pun, terlepas dari ukuran atau industrinya.
Jika dibiarkan, dampaknya bisa serius, mulai dari menghambat pencapaian tujuan jangka panjang, menurunkan semangat kerja karyawan, hingga mengurangi kepuasan pelanggan.
Baca Juga: Mental Block: Penyebab, Dampak, dan Cara Mengatasinya
Bagaimana Silo Mentality Bisa Terbentuk?
Silo mentality tidak muncul begitu saja.
Biasanya, mentalitas ini terjadi karena berbagai faktor yang saling berkaitan dan berkembang dalam jangka waktu yang lama.
Berikut adalah beberapa penyebab utama terbentuknya mentalitas silo dalam sebuah organisasi:
1. Kepemimpinan yang Kurang Efektif
Mentalitas silo sering kali berawal dari kegagalan atau kurangnya perhatian dari pimpinan perusahaan.
Jika pemimpin tidak mendorong komunikasi terbuka dan kerja sama antar tim, karyawan cenderung bekerja sendiri-sendiri tanpa berbagi informasi atau bekerja sama.
2. Kurangnya Transparansi dan Komunikasi
Dalam perusahaan besar atau yang memiliki banyak divisi, komunikasi sering kali menjadi tantangan.
Jika tidak ada sistem yang memastikan informasi mengalir dengan baik antar tim, setiap departemen bisa mulai bekerja secara terisolasi tanpa memahami tujuan keseluruhan perusahaan.
Baca Juga: Komunikasi Internal: Pengertian, Manfaat, Contoh, dan Tips Membangunnya
3. Persaingan Internal yang Tidak Sehat
Beberapa organisasi tanpa sadar menciptakan lingkungan kompetitif yang berlebihan antar tim atau individu.
Akibatnya, setiap tim lebih fokus mempertahankan pencapaiannya sendiri dibandingkan berbagi informasi atau bekerja sama untuk kepentingan perusahaan secara keseluruhan.
4. Struktur dan Budaya Kerja yang Kaku
Jika perusahaan memiliki struktur organisasi yang terlalu kaku, komunikasi dan kolaborasi bisa terhambat.
Misalnya, jika setiap tim hanya berkomunikasi dengan atasan mereka masing-masing tanpa interaksi langsung dengan tim lain, maka kemungkinan besar akan terbentuk pola pikir silo.
5. Stagnasi dalam Jangka Panjang
Ketika perusahaan tidak mengalami perubahan atau perkembangan dalam waktu lama, budaya kerja cenderung menjadi monoton.
Tim mulai terbiasa bekerja sendiri-sendiri tanpa merasa perlu berinovasi atau berkolaborasi dengan tim lain.
Baca Juga: Manajemen Komunikasi: Ini Metode, dan Cara Penerapannya
Apa Saja Tanda-Tanda Silo Mentality?
Bekerja dalam silo artinya tim atau departemen dalam sebuah perusahaan berjalan sendiri-sendiri tanpabekerj asama dengan yang lain.
Berikut adalah 10 tanda silo mentality:
1. Tim Jarang Bekerja Sama
Jika tim jarang bertukar informasi atau bekerja sama, ada kemungkinan mereka bekerja dalam silo.
Kurangnya kerjasama membuat ide-ide inovatif sulit muncul dan bisa menghambat perkembangan perusahaan.
2. Tidak Ada Visi yang Sama
Setiap tim memiliki tujuan sendiri-sendiri tanpa ada keselarasan dengan tujuan besar perusahaan.
Akibatnya, banyak pekerjaan yang tumpang tindih dan hasilnya tidak maksimal.
3. Terlalu Fokus pada Pekerjaan Sendiri
Saat anggota tim hanya peduli pada tugas mereka sendiri tanpa melihat gambaran besar, kerja sama menjadi sulit.
Padahal, keberhasilan perusahaan bergantung pada kerja tim, bukan hanya individu.
4. Komunikasi Antar Tim Sangat Terbatas
Jika informasi hanya beredar di dalam satu tim dan sulit diakses oleh tim lain, ini bisa menjadi tanda silo.
Tanpa komunikasi yang terbuka, kesalahan mudah terjadi, dan koordinasi jadi kurang efektif.
5. Tidak Ada Budaya Berbagi Pengetahuan
Jika setiap tim menyimpan informasi hanya untuk dirinya sendiri, perusahaan kehilangan peluang untuk berkembang.
Berbagi wawasan dan pengalaman dapat meningkatkan efisiensi dan inovasi.
Baca Juga: 15 Tips Meningkatkan Learning Culture di Perusahaan
6. Banyak Pekerjaan yang Tumpang Tindih
Tanpa komunikasi yang baik, sering kali ada beberapa tim yang mengerjakan hal yang sama tanpa menyadarinya.
Hal ini menyebabkan pemborosan waktu dan sumber daya yang seharusnya bisa digunakan untuk hal lain.
7. Sulit Beradaptasi dengan Perubahan
Saat tim hanya fokus pada tugas masing-masing tanpa melihat tren industri atau kebutuhan pelanggan, perusahaan jadi sulit beradaptasi dengan perubahan.
Hal ini bisa berdampak buruk pada pertumbuhan bisnis.
8. Kepuasan Karyawan Menurun
Bekerja dalam silo bisa membuat karyawan merasa terisolasi dan kurang dihargai.
Ketika tidak ada kerja sama yang baik, motivasi kerja menurun, dan tingkat kepuasan karyawan pun ikut berkurang.
Baca Juga: 12 Strategi Untuk Meningkatkan Kepuasan Karyawan
9. Kurangnya Fokus pada Pelanggan
Jika tim hanya bekerja untuk menyelesaikan tugas tanpa memperhatikan kebutuhan pelanggan, pengalaman pelanggan bisa menjadi kurang optimal.
Perusahaan yang ingin sukses harus memastikan semua tim bekerja bersama untuk memberikan layanan terbaik.
10. Penggunaan Sumber Daya yang Tidak Efektif
Ketika tim tidak saling berbagi alat, data, atau sumber daya lainnya, perusahaan bisa mengalami pemborosan.
Padahal, jika sumber daya digunakan bersama, efisiensi dan produktivitas bisa meningkat.
Baca Juga: Pemberdayaan Karyawan: Pengertian dan 15 Cara Meningkatkannya
Apa Saja Dampak dari Silo Mentality?
Salah satu contoh dari silo mentality di dalam perusahaan dapat dilihat dari Sony paad Expo of Technology di tahun 1999.
Saat Apple sukses dengan iPod, Sony justru memperkenalkan dua Walkman digital dengan teknologi berbeda yang bersaing satu sama lain.
Karena masing-masing tim bekerja sendiri tanpa koordinasi, Sony kehilangan kesempatan besar.
Selain contoh di atas, berikut beberapa dampak yang ditimbulklan dari silo mentality:
1. Kurangnya Keselarasan dalam Tim
Standar perusahaan membantu karyawan mengambil keputusan yang tepat.
Jika tidak ada standar yang jelas, setiap orang akan mencari solusi sendiri, yang akhirnya menjadi kebiasaan buruk.
Hal ini bisa menyebabkan komunikasi yang buruk, kesalahan yang sulit diperbaiki, dan pemborosan waktu serta sumber daya.
Kegagalan MySpace adalah contoh nyata.
Selain kalah bersaing dengan Facebook, MySpace juga mengalami silo di dalam organisasinya.
Setiap tim teknik punya cara kerja sendiri, tanpa standar yang seragam.
Akibatnya, pengalaman pengguna menjadi buruk, dan akhirnya orang-orang beralih ke Facebook.
2. Moral Kerja Rendah dan Budaya Kerja Buruk
Mentalitas silo juga bisa merusak budaya kerja.
Kasus skandal Volkswagen pada 2015 menunjukkan hal ini.
Volkswagen mengklaim mobil mereka ramah lingkungan, tetapi ternyata emisinya jauh lebih tinggi dari standar.
Mereka bahkan memasang perangkat untuk memanipulasi hasil uji coba.
Saat mencoba memperbaiki budaya perusahaan, ditemukan bahwa masalah ini berakar dari sistem kerja silo.
Karyawan hanya bisa naik jabatan dalam departemen mereka sendiri dan takut mengkritik manajer karena khawatir kariernya terhambat.
Akibatnya, tidak ada transparansi, bahkan ketika ada sesuatu yang salah.
3. Kurangnya Kerjasama dan Komunikasi Antar Tim
Komunikasi bukan hanya penting dalam tim, tetapi juga antar departemen.
Jika tim pemasaran, keuangan, dan operasional tidak bisa bekerja sama, keputusan bisnis bisa jadi berantakan.
Baca Juga: Crab Mentality: Pengertian, Contoh, dan Cara Mengatasi
Bagaimana Cara Menghilangkan Silo Mentality?
Berikut adalah beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk menghilangkan silo mentality di tempat kerja:
1. Kurangi Penggunaan Kantor Terbuka
Dulu, kantor terbuka dianggap meningkatkan komunikasi dan produktivitas.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa model ini justru membuat karyawan kurang nyaman dan produktivitas menurun.
Menurut penelitian Harvard University, kantor terbuka mengurangi komunikasi tatap muka hingga 70%, karena banyak karyawan justru memilih bekerja sendiri agar tidak terganggu.
Coba lakukan eksperimen ini untuk melihat apakah kantor terbuka cocok atau tidak:
- Tanyakan ke karyawan apakah mereka merasa lebih produktif di lingkungan lain
- Coba ubah tata letak kantor untuk melihat apakah jumlah rapat bisa dikurangi
- Gunakan alat pelacak waktu untuk membandingkan efisiensi kerja dalam lingkungan yang berbeda
2. Terapkan Sistem Kerja Remote
Bekerja dari rumah bukan lagi sekadar fasilitas tambahan, tetapi cara kerja yang meningkatkan produktivitas.
Banyak orang lebih fokus saat bekerja dari rumah atau tempat lain yang nyaman.
Kerja remote tidak selalu berarti bekerja dari rumah.
Bisa dari kafe, taman, atau tempat lain yang memungkinkan karyawan tetap terhubung secara online.
Saat tidak membutuhkan koneksi langsung, mereka bisa fokus bekerja secara mandiri.
3. Berikan Fleksibilitas dalam Bekerja
Kerja fleksibel bukan hanya soal jam kerja, tetapi juga soal bekerja di waktu dan tempat yang paling efektif.
Contohnya:
- Menghadiri rapat virtual saat sedang dalam perjalanan
- Menyelesaikan laporan di kereta pulang kerja daripada harus lembur di kantor
- Mengecek email dan koordinasi kerja dari hotel saat perjalanan dinas
Dengan kerja fleksibel, karyawan bisa bekerja lebih efisien, mengurangi stres, dan tetap produktif tanpa terbatas oleh aturan kerja yang kaku.
Beberapa bagian pekerjaan sering kali membuat tim harus lembur.
Namun, dengan menerapkan kerja fleksibel, anggaran bisa dihemat karena kebutuhan lembur berkurang.
Selain itu, karyawan juga terhindar dari burnout akibat jam kerja yang berlebihan.
Jika ingin menerapkan kerja jarak jauh dan fleksibel, perlu ada aturan yang jelas. Aturan ini tidak selalu harus tertulis, tetapi tetap harus dipatuhi.
Contohnya:
- Jangan ganggu karyawan di luar jam kerja. Jika ini menjadi kebiasaan, mereka akan merasa harus selalu online dan stres karena takut ketinggalan informasi.
- Berikan waktu istirahat di jam kerja. Bekerja terus-menerus tanpa jeda justru mengurangi produktivitas.
- Matikan notifikasi setelah jam kerja. Ini membantu karyawan benar-benar menikmati waktu pribadi mereka.
- Hormati jadwal dan status kehadiran. Jika seseorang sedang rapat atau tidak di meja, tunggu sampai mereka selesai sebelum menghubungi.
Baca Juga: 15 Aplikasi Perkantoran untuk Meningkatkan Produktivitas
4. Manfaatkan Teknologi untuk Mengatasi Silo di Tempat Kerja
Transformasi digital dan kerja agile kini semakin populer.
Namun, yang terpenting adalah bagaimana teknologi bisa membantu tim bekerja lebih efisien dan mengurangi hambatan komunikasi.
Untuk mendukung hal tersebut, ada beberapa perubahan teknologi yang bisa diterapkan:
Perangkat yang Perlu Ditingkatkan
- Laptop untuk mobilitas agar karyawan tidak terpaku di meja kerja.
- Kebijakan BYOD (Bring Your Own Device), sehingga karyawan bisa menggunakan perangkat pribadi mereka tanpa perlu membawa dua ponsel.
- Ponsel atau tablet jika BYOD tidak memungkinkan.
- Internet rumah yang stabil, yang bisa dibiayai perusahaan untuk meningkatkan produktivitas.
Software yang Bisa Digunakan
- Aplikasi berbasis cloud agar tidak perlu bergantung pada server internal dan VPN.
- Alat manajemen proyek seperti Google Sheet, Notion, dan sebagainya.
- Penyimpanan dokumen seperti Dropbox, Box, atau Google Drive.
- Aplikasi komunikasi dan kolaborasi seperti Slack atau Microsoft Teams.
5. Budaya Kerja Harus Dimulai dari Pimpinan
Memerintahkan tim untuk banyak berkomunikasi saja tidak cukup.
Jika CEO sendiri tidak aktif menggunakan Slack tetapi malah mengirim email untuk hal yang tidak terkait, maka seluruh organisasi akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem baru.
Ini bisa menimbulkan pola pikir: “Kalau atasan saja tidak menggunakan, kenapa kita harus ikut?”
Menurut Bloomfire, hanya 1 dari 4 eksekutif senior yang menilai perusahaan mereka efektif dalam berbagi informasi.
Artinya, 3 dari 4 perusahaan masih mengalami masalah dalam komunikasi dan kolaborasi.
Mengubah kebiasaan pimpinan bukan hal yang mudah, tetapi Anda bisa melakukan langkah-langkah berikut:
- Pastikan sistem berjalan dengan baik sebelum diterapkan ke semua orang, termasuk CEO.
- Lakukan uji coba dengan berbagai tim untuk memastikan tidak ada kendala.
- Buat sistem sesederhana mungkin. Perubahan yang terlalu rumit bisa dianggap menghambat pekerjaan, meskipun memiliki manfaat jangka panjang.
- Siapkan alternatif. Jika rencana awal ditolak oleh pimpinan, miliki opsi cadangan yang bisa ditawarkan sebagai solusi yang lebih baik.
Baca Juga: 10 Tips Komunikasi Melalui Email dengan Atasan yang Efektif
6. Integrasikan Aplikasi Komunikasi agar Lebih Efisien
Setelah menerapkan berbagai perubahan teknologi, terutama dalam aplikasi pesan dan kolaborasi, pastikan sistem tersebut benar-benar mendukung tim.
Sering kali, tim yang berbeda memiliki preferensi aplikasi komunikasi yang berbeda pula, seperti:
- Tim teknis lebih suka Slack.
- Tim administrasi lebih nyaman dengan Microsoft Teams.
- Tim sales mungkin lebih sering menggunakan WhatsApp.
Alih-alih memaksa semua tim menggunakan satu aplikasi, lebih baik gunakan teknologi yang memungkinkan aplikasi ini saling terhubung.
Baca Juga: 10 Tips Komunikasi Melalui Email dengan Atasan yang Efektif
Apa Saja Tips Mengurangi Silo Mentality di Tempat Kerja?
Menghilangkan silo di tempat kerja berarti meninggalkan budaya dan proses bisnis agar lebih terbuka dan kolaboratif.
Untuk mencapainya, berikut beberapa tips yang bisa dilakukan:
1. Ciptakan visi kerjasama yang jelas
Untuk menciptakan visi kerjasama yang jelas, pertimbangkan beberapa pertanyaan berikut:
- Apa arti kerjasama bagi tim Anda?
- Apakah Anda rutin mengadakan pertemuan untuk membahas proyek?
- Apakah tim Anda berbagi ide melalui panggilan suara atau meeting online?
2. Bangun pusat informasi
Di mana anggota tim bisa mengakses informasi?
Apakah ada sistem berbagi file yang memudahkan mereka menemukan jawaban?
Lingkungan kerja yang penuh kerjasama harus mudah diakses dan terorganisir dengan baik.
3. Bekerja, belajar, dan berkembang bersama
Tim yang memiliki hubungan kuat akan bekerja lebih baik.
Program mentoring dan pelatihan bisa membantu membangun koneksi ini. Gunakan papan kepemimpinan untuk mengukur kinerja.
Baca Juga: Perbedaan Coaching dan Mentoring serta Manfaat Keduanya
4. Perbanyak komunikasi
Pastikan komunikasi tim selalu terbuka.
Jangan hanya mengandalkan panggilan sesekali, tapi gunakan pesan instan dan kanal komunikasi untuk mendukung proyek secara berkelanjutan.
5. Hilangkan hambatan kerja
Pastikan semua anggota tim tahu cara menggunakan alat kerja mereka.
Jangan memaksa mereka menggunakan software yang tidak mereka sukai.
Pastikan setiap orang memiliki akses ke sistem yang mereka butuhkan.
Baca Juga: Apa itu Efisiensi? Ini Arti, Manfaat, Jenis, dan Cara Meningkatkan
Kesimpulan
Berdasarkan artikel di atas, dapat dipahami bahwa silo mentality merupakan kondisi di mana tim dalam perusahaan bekerja secara terisolasi tanpa bekerja sama dengan tim lain.
Hal ini sering disebabkan oleh kepemimpinan yang kurang efektif, kurangnya transparansi, persaingan internal yang tidak sehat, struktur organisasi yang kaku, atau stagnasi dalam jangka panjang.
Dampaknya dapat merugikan perusahaan, seperti menurunnya kinerja, moral karyawan, dan kepuasan pelanggan, serta menghambat inovasi dan pertumbuhan bisnis.
Untuk mengatasi silo mentality, perusahaan dapat mengambil beberapa langkah, seperti menerapkan sistem kerja remote hingga emanfaatkan teknologi untuk meningkatkan komunikasi.
Selain itu, budaya kerja sama harus dimulai dari pimpinan, dengan memastikan bahwa sistem dan alat komunikasi yang digunakan efisien dan mudah diakses oleh seluruh tim.
Integrasi aplikasi komunikasi juga penting untuk memastikan semua tim dapat terhubung dengan baik.
Selain aplikasi komunikasi, perusahaan juga dapat berfokus pada manajemen data karyawan untuk meningkatkan komunikasi di tempat kerja.
Dalam hal ini, Anda dapat menggunakan GajiHub.
Melalui fitur analisa data yang dimilikinya, perusahaan dapat dengan mudah memantau tingkat disiplin karyawan.
Anda dapat melihat laporan keterlambatan, laporan lembur, laporan izin cuti, dan lainnya.
Selain itu, karyawan juga dapat melihat jadwal kerja mereka melalui aplikasi GajiHub, sehingga mengurangi tingkat komunikasi dalam kegiatan operasional.
Tertarik mencoba? Kunjungi tautan ini dan dapatkan coba gratis hingga 14 hari.
- Silo Mentality: Arti, Penyebab, Dampak, dan Cara Mengatasinya - 31 January 2025
- 10 Jenis dan Cara Mengatasi Distraksi Saat Bekerja + Tipsnya - 31 January 2025
- Empathetic Listening: Manfaat, Prinsip, Ciri-ciri, dan Tipsnya - 31 January 2025