Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah situasi yang tidak diinginkan baik oleh perusahaan maupun karyawan. Untuk mengurangi dampak dari situasi tersebut, Anda perlu memahami UU Cipta Kerja tentang PHK.
Sebelumnya, PHK bagi karyawan artinya mereka kehilangan sumber penghasilan dan ketidakpastian mengenai masa depan kerier.
Sementara bagi perusahaan, PHK dapat menjadi langkah yang harus diambil untuk bertahan di tengah kondisi ekonomi yang sulit, perubahan strategi bisnis, atau efisiensi.
Untungnya dalam UU Cipta Kerja pemerintah telah mengatur berbagai aspek ketenagakerjaan, termasuk proses dan hak karyawan yang terkena PHK.
Pada artikel kali ini, Gajihub akan membahas UU Cipta Kerja tentang PHK, proses, dan hak karyawan yang terkena PHK.
Apa yang Dimaksud dengan PHK?
PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja, adalah tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mengakhiri kontrak kerja dengan karyawan secara sepihak.
Ada berbagai alasan yang dapat menyebabkan PHK, mulai dari efisiensi perusahaan, perubahan struktur organisasi, hingga alasan yang disebabkan oleh karyawan itu sendiri, seperti pelanggaran disiplin atau performa kerja yang tidak memadai.
Proses PHK di Indonesia diatur secara ketat oleh undang-undang, karena PHK bukanlah keputusan yang bisa diambil sembarangan.
Perusahaan harus memiliki alasan yang jelas dan prosedur yang harus diikuti agar PHK dianggap sah menurut hukum.
Sebelum diberlakukannya UU Cipta Kerja, aturan terkait PHK diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Namun, dengan berlakunya UU Cipta Kerja, ada beberapa perubahan yang harus dipahami baik oleh perusahaan maupun karyawan.
Baca Juga: Apa itu PMTK dalam PHK? Berikut Penjelasan Lengkapnya
Bagaimana Pengaruh UU Cipta Kerja Terhadap PHK?
Undang-Undang Cipta Kerja, yang juga dikenal sebagai Omnibus Law, mulai berlaku sejak tahun 2020.
Salah satu fokus dari undang-undang ini adalah menciptakan iklim investasi yang lebih baik di Indonesia dengan memperbaiki berbagai aturan terkait ketenagakerjaan, termasuk proses PHK.
Di dalamnya, terdapat perubahan penting yakni penyederhanaan proses PHK, yang bertujuan untuk memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi perusahaan dalam mengambil keputusan terkait tenaga kerja.
Namun, bagi karyawan, hal ini bisa menimbulkan kekhawatiran karena fleksibilitas ini dianggap dapat mengurangi perlindungan yang sebelumnya mereka miliki.
Meskipun begitu, UU Cipta Kerja tetap mengatur sejumlah hak yang harus diterima karyawan jika mereka terkena PHK, di antaranya adalah pesangon.
Baca Juga: UU Cipta Kerja Tentang Pesangon: Ini Syarat dan Contohnya
Apa Saja Hak-hak Pekerja yang Terkena PHK Menurut UU Cipta Kerja?
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan, baik karena alasan tertentu yang ditentukan oleh perusahaan maupun keinginan pekerja.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, PHK harus dilakukan dengan mempertimbangkan hak-hak pekerja.
Salah satu ketentuan ini tertuang dalam Pasal 156 UU Cipta Kerja yang membahas hak-hak pekerja saat mengalami PHK.
1. Uang Pesangon
Pasal 156 ayat 2 dari UU Cipta Kerja mengatur pemberian uang pesangon yang tergantung pada masa kerja karyawan di perusahaan tersebut.
Berikut rincian uang pesangon berdasarkan lama bekerja:
- Masa kerja kurang dari 1 tahun: 1 bulan upah
- Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun: 2 bulan upah
- Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun: 3 bulan upah
- Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun: 4 bulan upah
- Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun: 5 bulan upah
- Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun: 6 bulan upah
- Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun: 7 bulan upah
- Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun: 8 bulan upah
- Masa kerja 8 tahun atau lebih: 9 bulan upah
Dengan demikian, semakin lama seorang pekerja berada di perusahaan, semakin besar uang pesangon yang berhak mereka terima.
2. Uang Penghargaan Masa Kerja
Pasal 156 ayat 3 UU Cipta Kerja mengatur tentang uang penghargaan masa kerja sebagai bentuk apresiasi dari perusahaan kepada pekerja.
Besarannya juga tergantung dari lama masa kerja, dengan rincian berikut:
- Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun: 2 bulan upah
- Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun: 3 bulan upah
- Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun: 4 bulan upah
- Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun: 5 bulan upah
- Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun: 6 bulan upah
- Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun: 7 bulan upah
- Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun: 8 bulan upah
- Masa kerja 24 tahun atau lebih: 10 bulan upah
Uang penghargaan masa kerja ini adalah bentuk penghargaan tambahan yang diberikan kepada pekerja yang telah mengabdi dalam jangka waktu lama di perusahaan.
Baca Juga: Cara Hitung UPMK (Uang Penghargaan Masa Kerja)
3. Uang Penggantian Hak
Selain uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, pekerja yang terkena PHK juga berhak mendapatkan uang penggantian hak, sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat 4 UU Cipta Kerja.
Hak-hak yang dimaksud meliputi:
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat mereka diterima bekerja.
- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Uang penggantian hak ini mencakup berbagai kompensasi yang berkaitan dengan hak-hak pekerja yang belum terpenuhi selama masa kerja mereka, termasuk cuti yang tidak terpakai dan biaya transportasi kembali ke daerah asal.
4. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
Selain hak-hak di atas, pekerja yang terkena PHK juga berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Program JKP ini diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) dan pemerintah pusat.
JKP memberikan dukungan keuangan serta fasilitas tambahan seperti bimbingan karir dan pelatihan untuk membantu pekerja yang terkena PHK agar bisa meningkatkan keterampilan mereka dan mencari pekerjaan baru.
Menurut UU Cipta Kerja, ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan JKP ini akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Baca Juga: Perbedaan JKP dan JHT dalam BPJS Ketenagakerjaan
Bagaimana Alur Proses PHK Sesuai UU Cipta Kerja?
Proses PHK sesuai UU Cipta Kerja tidak selalu membutuhkan penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Pengusaha cukup memberikan pemberitahuan tertulis mengenai maksud dan alasan PHK kepada buruh.
Jika buruh menolak PHK tersebut, maka dapat dilakukan perundingan antara pekerja dan perusahaan.
Namun, apabila perundingan gagal, tahap selanjutnya adalah mediasi, dan jika mediasi juga tidak berhasil, maka PHK akan diselesaikan di PHI.
Beberapa alasan yang sah untuk melakukan PHK, menurut UU Cipta Kerja, antara lain:
- Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan.
- Perusahaan mengalami kerugian finansial selama dua tahun berturut-turut.
- Perusahaan tutup karena kondisi yang memaksa.
- Perusahaan sedang menunda kewajiban membayar utang atau dinyatakan pailit.
- Pekerja mengajukan pengunduran diri atas kehendaknya sendiri.
- Pekerja melakukan pelanggaran yang tercantum dalam perjanjian kerja.
- Pekerja mangkir selama lima hari berturut-turut tanpa keterangan.
- Pekerja memasuki usia pensiun atau meninggal dunia.
- Pekerja tidak bisa bekerja selama 6 bulan berturut-turut karena tindak pidana atau selama 12 bulan karena menderita cacat atau penyakit.
Dengan memahami hak-hak ini, pekerja dapat mengetahui apa yang mereka berhak terima saat mengalami PHK dan bagaimana prosesnya sesuai aturan yang ada dalam UU Cipta Kerja.
Baca Juga: Workforce Forecasting: Arti, Manfaat, Cara, dan Metodenya
Kesimpulan
Berdasarkan artikel di atas, dapat dipahami bahwa PHK merupakan proses yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja, proses PHK menjadi lebih fleksibel bagi perusahaan, namun tetap mempertimbangkan hak-hak karyawan.
Pekerja yang terkena PHK berhak mendapatkan kompensasi seperti uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Selain itu, pemerintah juga menyediakan program JKP untuk membantu pekerja yang terkena PHK agar bisa mendapatkan dukungan finansial dan bimbingan karir.
Dengan memahami hak-hak yang dijamin dalam UU Cipta Kerja, pekerja dapat lebih siap menghadapi PHK dan mengetahui langkah-langkah yang harus diambil dalam proses penyelesaian perselisihan tenaga kerja.
Untuk membantu menghadapi situasi PHK, perusahaan juga dapat mempertimbangkan penggunaan software payroll dan HR dari Gajihub.
Dengan fitur kelola BPJS yang dimilikinya, Anda dapat menghitung dan mendapatkan laporan terkait pembayaran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, sehingga proses administrasi menjadi lebih efisien.
Selain itu, Gajihub juga memungkinkan tim HR untuk lebih fokus pada pekerjaan yang membutuhkan strategi terkait PHK tanpa meninggalkan tanggung jawab administrasi.
Tertarik mencoba? Kunjungi tautan ini dan dapatkan coba gratis hingga 14 hari.
- Penilaian Objektif dan Subjektif, Apa Bedanya? - 23 December 2024
- Handover Pekerjaan Adalah: Manfaat, Tahapan & Contoh Dokumen - 23 December 2024
- Steward Adalah: Jenis, Tugas, Skill Penting, dan Kisaran Gajinya - 20 December 2024