Pertengahan Agustus lalu, publik digemparkan oleh temuan pekerja yang magang hingga 9 tahun dari inspeksi mendadak ke PT Global Dimensi Metalindo di Kawasan Industri Cikarang, Bekasi.
Lebih dari 200 pekerja berstatus magang selama 2 hingga 9 tahun, tanpa kepastian kerja, tanpa BPJS Ketenagakerjaan, dan tanpa tunjangan makan.
Mereka direkrut melalui sebuah yayasan dan sebagian besar membayar calo saat masuk kerja.
Kasus ini membuka mata banyak pihak tentang bagaimana sistem magang kerap disalahgunakan.
Alih-alih menjadi wadah belajar dan meningkatkan skill, magang justru dipakai perusahaan sebagai cara untuk mendapatkan tenaga kerja murah tanpa kewajiban memberikan hak yang seharusnya.
Baca Juga: Sertifikat Magang: Pengertian, Cara Membuat, dan Contohnya
Kasus Magang Hingga 9 Tahun

Salah satu mantan pekerja, Bangga Pamungkas (27) menceritakan bahwa ia diberhentikan mendadak meski kontrak magangnya belum selesai.
Selama hampir 5 tahun ia juga hanya menerima gaji harian Rp148 ribu tanpa BPJS maupun tunjangan.
Mirisnya lagi, Bangga harus merogoh kocek Rp2,5 juta kepada calo saat awal masuk kerja.
Menurutnya, praktik ini dialami juga oleh ratusan pekerja lain yang direkrut melalui sebuah yayasan.
Baca Juga: Perbedaan Internship dan Apprenticeship & Cara Memilihnya
Dasar Hukum Magang di Indonesia

Peraturan magang di Indonesia sudah diatur cukup tegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 21 hingga 29.
Pasal-pasal ini tetap berlaku meski sudah ada perubahan lewat Omnibus Law UU Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023), karena klausul soal pemagangan tidak dihapus.
Selain itu, ada aturan lebih teknis lewat Permenaker Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri.
Regulasi ini mengatur dari awal hingga akhir penyelenggaraan magang: mulai dari syarat perusahaan, jangka waktu, hak dan kewajiban peserta, hingga batasan jumlah pemagang yang boleh direkrut.
Jangka Waktu dan Batasan Jumlah
Dalam aturan, magang dibatasi maksimal 1 tahun.
Jika memang kompetensi yang ingin dicapai butuh waktu lebih lama, perusahaan wajib membuat perjanjian baru dan melaporkannya ke Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Tidak hanya itu, jumlah peserta magang pun tidak boleh lebih dari 30% dari total pekerja di perusahaan.
Artinya, jika sebuah pabrik memiliki 1.000 pekerja tetap, maksimal hanya 300 orang yang bisa berstatus magang.
Aturan ini jelas dibuat untuk mencegah penyalahgunaan status magang menjadi “buruh murah.”
Berdasarkan aturan tersebut, praktik pemagangan hingga 9 tahun yang dilakukan PT Global Dimensi Metalindo jelas menyalahi ketentuan.
Alih-alih menjadi sarana pelatihan, program ini justru berubah menjadi cara perusahaan mendapatkan tenaga kerja murah.
Hak dan Kewajiban Peserta
Peserta magang juga tidak boleh diperlakukan seenaknya.
Dalam Permenaker 36/2016, mereka dijamin mendapatkan:
- Uang saku (bukan gaji penuh, tapi setidaknya mencakup transport, makan, dan insentif),
- Perlindungan kecelakaan kerja dan jaminan kematian,
- Sertifikat setelah selesai program,
- Lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Sebagai gantinya, peserta wajib menaati aturan perusahaan, menyelesaikan program hingga selesai, serta menjaga nama baik tempat magang.
Baca Juga: On the Job Training: Arti, Manfaat, Kekurangan, dan Tips Terbaiknya

Hak dan Kewajiban Perusahaan
Perusahaan pun punya kewajiban jelas, yakni menyusun program pemagangan yang berisi kurikulum, tujuan, hingga kompetensi yang akan dicapai; menyediakan sarana prasarana; menunjuk pembimbing yang kompeten; memberi perlindungan asuransi; serta membayarkan uang saku.
Sebagai imbalannya, perusahaan boleh memanfaatkan hasil kerja peserta magang, meski tetap dalam kerangka pelatihan, sehingga bukan mempekerjakan layaknya buruh kontrak berkepanjangan.
Gaji Peserta Magang
Aturan menyebutkan bahwa peserta magang tidak digaji seperti pekerja tetap, melainkan menerima yang saku yang besarannya ditentukan berdasarkan perjanjian kedua belah pihak.
Namun, yang kerap terjadi di lapangan adalah uang saku diganti dengan “upah harian” ala pekerja lepas, tanpa BPJS, tanpa perlindungan.
Inilah yang membuat status magang rawan dimanfaatkan demi keuntungan perusahaan.
Baca Juga: Perhitungan Gaji OJT dan Contohnya
Bagaimana Cara Mengurangi Kecurangan dalam Praktik Magang?

Magang seharusnya dirancang untuk memberikan pengalaman kerja nyata sekaligus memastikan adanya perlindungan terhadap peserta.
Berikut beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mencegah praktik kecurangan dalam magang:
1. Menetapkan Standar Etis Terkait Uang Saku
Salah satu permasalahan utama yang kerap muncul adalah tidak adanya uang saku bagi peserta magang.
Padahal, waktu dan tenaga yang dikeluarkan jelas memiliki nilai.
Oleh karena itu, diperlukan standar etis yang menekankan bahwa setiap peserta magang berhak mendapatkan uang saku, minimal untuk menutupi kebutuhan transportasi dan konsumsi.
Di Indonesia, kewajiban tersebut juga tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri.
2. Menolak Magang Tanpa Uang Saku
Peserta magang juga perlu berperan aktif dalam melindungi diri.
Apabila perusahaan menawarkan program magang tanpa uang saku, sebaiknya dipertimbangkan dengan matang.
Keberanian untuk menolak offering yang tidak sesuai dengan aturan akan membantu membangun budaya pemagangan yang lebih adil dan bermanfaat.
Baca Juga: Membayar Gaji di Bawah UMR: Aturan dan Sanksinya
3. Mencari Alternatif dalam Kondisi Tertentu
Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat perusahaan startup yang belum mampu memberikan uang saku secara penuh.
Dalam kondisi demikian, perusahaan dapat menyediakan sistem alternatif, misalnya program komisi.
Selain itu, magang berbasis akademis yang berbayar juga dapat diterima sepanjang memberikan pengalaman praktis yang nyata dan transparan dalam pelaksanaannya.
4. Memastikan Adanya Perjanjian Tertulis
Sebelum memulai program magang, seluruh hak dan kewajiban harus dijelaskan secara tertulis dalam perjanjian magang.
Perjanjian tersebut harus mencakup informasi mengenai durasi magang, uang saku, jam kerja, hingga sertifikat yang akan diperoleh setelah selesai.
Perjanjian tertulis menjadi dasar hukum yang melindungi peserta magang apabila terjadi sengketa atau pelanggaran di kemudian hari.
Baca Juga: 9 Jenis Kontrak Kerja Karyawan, Apa Saja?
Kesimpulan
Kasus magang hingga 9 tahun di PT Global Dimensi Metalindo memperlihatkan bagaimana regulasi yang sudah jelas ternyata masih bisa diabaikan.
Padahal sudah terdapat aturan dalam UU Ketenagakerjaan dan Permenaker 36/206 yang membatasi jangka waktu magang maksimal 1 tahun, memberikan kewajiban uang saku, serta menjamin perlindungan peserta magang.
Namun, praktik di lapangan, salah satunya di PT Global Dimensi Metalindo menunjukkan adanya pelanggaran besar-besaran, mulai dari jangka waktu yang berlebihan, pungutan liar lewat calo, hingga pengabaian hak-hak dasar peserta.
Ironisnya lagi, praktik ini justru terkuak melalui inspeksi mendadak Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer yang belakangan juga diberhentikan dari jabatannya setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi terkait pungutan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Situasi ini memperlihatkan betapa rumitnya persoalan ketenagakerjaan di Indonesia, di mana pekerja magang menjadi korban eksploitasi, sementara pejabat yang seharusnya menertibkan justru terseret kasus integritas.
Untuk perusahaan, untuk menjaga nama baik dan mencegah praktik kecurangan dalam program magang, perusahaan dapat mempertimbangkan penggunaan software payroll dari GajiHub.
Melalui software ini, tim HR dan finance dapat mencatat gaji karyawan secara akurat serta meningkatkan transparansi dengan memberikan slip gaji kepada semua karyawan, termasuk yang berstatus magang.
Tertarik mencoba? Kunjungi tautan ini dan dapatkan coba gratis hingga 14 hari.
- Apakah Perusahaan Perlu Menggunakan Jasa HR Consulting? - 15 September 2025
- Heboh, Pekerja Magang Hingga 9 Tahun di Cikarang, Bagaimana Aturannya? - 15 September 2025
- Time to Fill: Faktor, Cara Mengukur, dan Menguranginya - 12 September 2025