Doom spending menjadi fenomena yang marak terjadi di kalangan Generasi Z.
Fenomena ini dilakukan dengan berbelanja secara berlebihan untuk mengatasi tekanan emosional, biasanya karena pengaruh lingkungan kerja.
Tentunya jika dibiarkan fenomena ini dapat memberikan dampak yang negatif karena dapat berpengaruh untuk keuangan jangka panjang.
Tidak hanya itu, fenomena ini juga dapat mengganggu kualitas kehidupan di masa depan.
Oleh karenanya penting bagi Anda untuk memahami doom spending ini, termasuk dampak dan cara mengatasinya.
Pada artikel ini GajiHub akan menjelaskan secara lengkap mengenai doom spending mulai dari pengertiannya, ciri-ciri, dampak, dan juga cara mengatasinya.
Untuk penjelasan lebih lengkapnya Anda dapat menyimaknya di bawah ini:
Apa yang Dimaksud dengan Doom Spending?

Doom spending merupakan sebuah fenomena di mana seseorang berbelanja secara berlebihan dan impulsif untuk hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Fenomena ini marak terjadi di kalangan anak muda, khususnya Generasi Z.
Mereka melakukannya sebagai pelarian dari stres atau kecemasan ekonomi di mana dilakukan dengan cara menikmati hidup alih-alih menabung.
Ada berbagai emosi negatif yang dapat mendorong seseorang berbelanja secara berlebihan, mulai dari kecemasan, stres, hingga ketakutan terhadap masa depan.
Jadi, dalam doom spending ini dilakukan seseorang untuk mengatasi rasa pesimis terhadap keadaan ekonomi dan masa depan yang suram.
Akhirnya banyak yang memilih untuk berbelanja, meski pada saat itu keadaan ekonomi sedang tidak stabil.

Baca Juga: Fenomena Job Hugging, Ini Penyebab dan Dampaknya
Apa Ciri-Ciri dari Doom Spending?

Untuk mengetahui apakah Anda salah satu orang yang mengalami fenomena ini, berikut ciri-cirinya yang penting untuk Anda ketahui:
1. Impulsif Berbelanja Tanpa Pertimbangan
Ciri yang pertama adalah melakukan belanja secara impulsif tanpa adanya pertimbangan.
Misalnya pertimbangan kebutuhan, anggaran yang dimiliki, hingga konsekuensinya.
Biasanya mereka berbelanja tanpa direncanakan dan terjadi secara tiba-tiba yang biasanya terjadi karena dorongan emosional.
2. Berutang untuk Belanja
Ciri yang kedua adalah berutang untuk berbelanja.
Banyak dari mereka yang doom spending menggunakan kartu kredit untuk berbelanja, termasuk mengambil pinjaman untuk gaya hidup konsumtif ini.
Jika ini dibiarkan dapat membuat seseorang sulit untuk keluar, khususnya ketika biaya kebutuhan hidup semakin meningkat dan tidak diimbangi dengan pendapatan yang sepadan.
Baca Juga: Ramai Istilah Quiet Covering di Tempat Kerja, Apa Itu?
3. Berbelanja karena Stres
Fenomena ini juga membuat seseorang berbelanja karena stres.
Dibandingkan belanja untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka justru berbelanja karena adanya tekanan emosional.
Mereka menikmati kesenangan sesaat dengan berbelanja tanpa mempedulikan efek jangka panjangnya.
Padahal cara ini juga tidak menyelesaikan akar masalah yang menjadi penyebab stres tersebut.
4. Abai dengan Kondisi Keuangan
Ciri-ciri berikutnya adalah abai dengan kondisi keuangan mereka sendiri.
Tentunya ketika berbelanja mereka paham bahwa memiliki anggaran yang terbatas, namun mereka tetap membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan.
Pada akhirnya ketika mereka ada di keadaan tidak terduga, mereka tidak memiliki dana darurat untuk mengatasi keadaan tidak terduga tersebut.
Baca Juga: Job Hopping: Pengertian, Kelebihan, dan Kekurangannya
5. Merasa Bersalah Setelah Berbelanja
Meski mereka menjadikan berbelanja sebagai cara mengatasi stres, namun setelah berbelanja mereka merasa bersalah.
Rasa bersalah ini menjadi bukti bahwa mereka berbelanja tanpa pertimbangan yang matang, namun hanya untuk kepuasan sementara.
Jika ini terus diikuti, akhirnya seseorang hanya terjebak di lingkaran itu saja yakni lingkaran kesenangan sementara dan berakhir penyesalan.
6. Memiliki Keinginan Berbelanja secara Berlebihan
Ciri yang terakhir adalah memiliki keinginan berbelanja secara berlebihan.
Ini terjadi karena mereka tidak memiliki kontrol diri dan manajemen stres yang buruk.
Jadi, ketika mereka merasa stres, alih-alih mencoba mengatasi stres tersebut dengan memahami akar permasalahannya, mereka justru berbelanja untuk mengalihkannya.
Apakah permasalahan selesai?
Tentu saja tidak, justru bisa menambah masalah baru yakni tidak punya uang yang mengakibatkan stres lagi.
Baca Juga: Quiet Quitting: Arti, Penyebab, Ciri-ciri, dan Cara Mencegahnya
Penyebab Terjadinya Doom Spending

Ada 5 penyebab mengapa doom spending ini dapat terjadi, khususnya di kalangan karyawan:
1. Adanya Tekanan Sosial
Penyebab yang pertama adalah tekanan sosial.
Adanya tekanan sosial sering menjadi penyebab seseorang melakukan doom spending.
Mereka sering membandingkan diri mereka dengan orang lain, khususnya di lingkungan kerja dan media sosial.
Misalnya ketika rekan kerja membeli tumbler mewah, ia tidak mau ketinggalan.
Ini akhirnya membuat seseorang menjadi impulsif berbelanja untuk hal-hal yang tidak dibutuhkan.
Baca Juga: Peter Principle: Arti, Penyebab, dan Cara Mencegahnya
2. Kemudahan untuk Belanja Online
Dengan kemajuan teknologi membuat kita bisa mudah membeli barang dari rumah atau dikenal dengan belanja online.
Saat ini Anda dapat berbelanja online melalui marketplace mulai dari makanan, pakaian, hingga kendaraan juga bisa.
Ini membuat mengeluarkan uang bisa dilakukan tanpa banyak pertimbangan.
Jika bukan diri sendiri yang mengontrol, maka berbelanja ini bisa jadi kebiasaan buruk.
3. Rasa Cemas terhadap Masa Depan
Kenyataannya berbelanja berlebihan bisa disebabkan oleh perasaan cemas terhadap masa depan.
Memang harusnya untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti dilakukan dengan menabung, namun ada orang yang merespons kecemasan ini dengan berbelanja sebagai pelarian.
Baca Juga: Nut Island Effect: Dampak dan Cara Mengatasinya
4. Adanya Budaya Konsumerisme
Budaya konsumtif juga menjadi bagian dari budaya yang dianut oleh banyak anak muda saat ini.
Mereka memiliki keinginan untuk memiliki barang-barang terkini atau mengikuti teknologi meski tidak memiliki finansial yang mendukung.
5. Pendidikan Finansial yang Kurang
Pendidikan dan pengetahuan mengenai finansial yang kurang juga menjadi penyebab terjadinya doom spending.
Hal ini membuat mereka mengambil keputusan finansial yang tidak bijaksana tanpa mempertimbangkan kebutuhan di masa depan.
Baca Juga: Brain Drain: Pengertian, Penyebab, dan Dampaknya
Apa Dampak dari Doom Spending?
Doom spending memberikan dampak yakni sebagai berikut:
1. Beban Emosional Meningkat
Dampak yang pertama adalah beban emosional yang semakin meningkat.
Kebiasaan berbelanja tanpa urgensi membuat seseorang merasa menyesal karena pengeluaran yang tidak terkendali.
Jika dibiarkan ini dapat menambah tekanan emosional yang dapat berdampak pada kesehatan mental.
Baca Juga: Resign Massal: Penyebab dan Cara Mencegahnya
2. Rusaknya Tujuan Keuangan
Kebiasaan belanja impulsif pastinya sangat berdampak pada tujuan keuangan di mana tujuan keuangan ini dapat rusak.
Bagi karyawan, biasanya mereka memiliki tujuan keuangan jangka panjang dan karena impulsif berbelanja ini akhirnya tujuan tersebut rusak.
3. Utang Semakin Menumpuk
Banyak generasi muda yang rela berutang demi memenuhi gaya hidup.
Ini akhirnya membuat utang semakin menumpuk.
Terlebih dengan kemudahan pinjaman online dan paylater saat ini membuat kita tidak sadar dari utang kecil hingga akhirnya menjadi semakin besar.
Baca Juga: Work Life Conflict: Penyebab, Dampak, dan Cara Mengatasinya
4. Dana Darurat Berkurang
Karena fenomena doom spending ini juga membuat dana darurat berkurang.
Akhirnya karyawan tidak memiliki dana cadangan ketika menghadapi kebutuhan mendesak atau tidak terduga.
5. Beban Utang Konsumtif yang Meningkat
Kebiasaan konsumtif juga membuat pengeluaran berlebihan dan anggaran bulanan menjadi tidak seumbang.
Ini bisa membuat beban utang konsumtif semakin meningkat.
Baca Juga: Hawthorne Effect: Pengertian dan Tips Menerapkannya
Bagaimana Cara Mengatasi Doom Spending bagi Karyawan?

Untuk dapat mengatasi doom spending, ada 5 cara yang dapat Anda lakukan, yakni:
1. Buat Anggaran Berbelanja
Cara pertama yang dapat dilakukan adalah dengan membuat anggaran berbelanja.
Pastikan setiap bulan Anda menyusun anggaran untuk pengeluaran dan prioritaskan kebutuhan terlebih dahulu.
Ini dilakukan agar Anda dapat membatasi pengeluaran impulsif yang tidak dibutuhkan.
2. Tentukan Tujuan Keuangan secara Jelas
Menentukan tujuan keuangan dengan jelas juga menjadi cara yang Anda lakukan untuk mengurangi kebiasaan belanja impulsif.
Pastikan Anda memiliki dana darurat sebagai motivasi menabung dan menghindari belanja yang tidak dibutuhkan.
Baca Juga: Ghost Jobs: Arti, Penyebab, Dampak, dan Tips Menghindarinya
3. Gunakan Metode 50/30/20
Metode 50/30/20 merupakan metode 50% untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan atau investasi.
Dengan cara ini Anda bisa menciptakan keseimbangan antara pengeluaran dan tabungan.
4. Pisahkan Rekening Kebutuhan dan Tabungan
Agar Anda tidak impulsif berbelanja saat baru gajian, ada baiknya Anda memisahkan antara kebutuhan dengan tabungan.
Segera lakukan pemisahan dana setelah Anda menerima gaji.
Cara ini dapat memudahkan Anda dalam mengelola keuangan dan menghindari pengambilan dana yang tidak dibutuhkan.
5. Kelola Stres dengan Baik
Karena doom spending terjadi karena stres, maka penting bagi Anda untuk mengelola stres dengan baik.
Anda bisa melakukan olahraga atau mencoba hal baru sesuai dengan hobi Anda agar Anda memiliki cara lain berbahagia selain dengan berbelanja.
Baca Juga: Equity Theory: Pengertian, Komponen, dan Contoh Penerapannya
Kesimpulan
Itulah tadi penjelasan lengkap mengenai doom spending yang dapat menjadi referensi Anda.
Dari penjelasan artikel di atas dapat dipahami bahwa doom spending merupakan fenomena berbelanja untuk meredakan stres meski barang yang dibeli tidak dibutuhkan.
Selain mengatasi dari diri sendiri, tempat kerja atau perusahaan juga dapat berperan dalam mencegah dan mengatasi doom spending ini.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, banyak pelaku doom spending yang melakukannya karena stres, termasuk stres karena beban kerja.
Oleh karenanya penting bagi perusahaan untuk melakukan pengelolaan karyawan secara tepat agar karyawan dapat lebih nyaman bekerja dan stres dapat berkurang.
Gunakan software absensi dari GajiHub untuk mendukung kemudahan pengelolaan karyawan di perusahaan Anda.
Dengan GajiHub, pengelolaan karyawan dilakukan secara otomatis dengan teknologi terkini dan terdepan.
Jadi tunggu apa lagi, yuk daftar GajiHub sekarang juga di tautan ini dan dapatkan uji coba gratis selama 14 hari.
- UMK Semarang Terbaru Tahun 2026 - 30 December 2025
- Duck Syndrome: Pura-Pura Bahagia Padahal Tertekan - 30 December 2025
- Apa Itu Doom Spending dan Bagaimana Cara Mengatasinya - 30 December 2025